Sosiologi Xi Belahan 4: Konflik, Kekerasan, Dan Upaya Penyelesaiannya


Secara sosiologis, konflik sanggup diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih atau sanggup juga kelompok yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.

Untuk lebih jelasnya, kita simak beberapa definisi dari para mahir sosiologi berikut ini.

Soerjono Soekanto
Mengatakan bahwa konflik merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekerasan.

Lewis A. Coser
Berpendapat bahwa konflik yakni sebuah usaha mengenai nilai atau tuntutan atas status, kekuasaan, bermaksud untuk menetralkan, mencederai, atau melenyapkan lawan.

Gillin dan Gillin
Melihat konflik sebagai belahan dari proses interaksi sosial insan yang saling berlawanan. Artinya, konflik yakni belahan dari proses sosial yang terjadi alasannya yakni adanya perbedaanperbedaan baik fisik, emosi, kebudayaan, dan perilaku. Atau dengan kata lain konflik yakni salah satu proses interaksi sosial yang bersifat disosiatif.

De Moor
Dalam suatu sistem sosial sanggup dikatakan terdapat konflik apabila para penghuni sistem tersebut membiarkan dirinya dibimbing oleh tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang bertentangan dan terjadi secara besar-besaran.

Robert M. Z. Lawang
Konflik merupakan sebuah usaha untuk memperoleh hal-hal yang langka menyerupai nilai, status, kekuasaan dan sebagainya. Tujuan dari mereka yang berkonflik itu tidak hanya untuk memperoleh kemenangan, tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya (lawannya).


Konflik merupakan tanda-tanda sosial yang seringkali muncul dalam kehidupan bermasyarakat.

Di dalam kehidupan masyarakat, terdapat beberapa bentuk konflik dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Nah, kini kita akan mencar ilmu mengenai bentuk-bentuk konflik yang diilhami dari pandangan para mahir sosiologi.

Soerjono Soekanto menyebutkan ada lima bentuk khusus konflik yang terjadi dalam masyarakat. Kelima bentuk itu yakni konflik pribadi, konflik politik, konflik sosial, konflik antarkelas sosial, dan konflik yang bersifat internasional.

1. Konflik pribadi,
Yaitu konflik yang terjadi di antara orang perorangan alasannya yakni masalah-masalah pribadi atau perbedaan pandangan antarpribadi dalam menyikapi suatu hal. Misalnya individu yang terlibat utang, atau duduk kasus pembagian warisan dalam keluarga.

2. Konflik politik,
Yaitu konflik yang terjadi akhir kepentingan atau tujuan politis yang berbeda antara seseorang atau kelompok. Seperti perbedaan pandangan antarpartai politik alasannya yakni perbedaan ideologi, asas perjuangan, dan impian politik masing-masing. Misalnya bentrokan antarpartai politik pada ketika kampanye.

3. Konflik rasial,
Yaitu konflik yang terjadi di antara kelompok ras yang berbeda alasannya yakni adanya kepentingan dan kebudayaan yang saling bertabrakan. Misalnya konflik antara orang-orang kulit gelap dengan kulit putih akhir diskriminasi ras (rasialisme) di Amerika Serikat dan Afrika Selatan.

4. Konflik antarkelas sosial, 
Yaitu konflik yang muncul alasannya yakni adanya perbedaan-perbedaan kepentingan di antara kelaskelas yang ada di masyarakat. Misalnya konflik antara buruh dengan pimpinan dalam sebuah perusahaan yang menuntut kenaikan upah.

5. Konflik yang bersifat internasional, 
Yaitu konflik yang melibatkan beberapa kelompok negara (blok) alasannya yakni perbedaan kepentingan masing-masing. Misalnya konflik antara negara Irak dan Amerika Serikat yang melibatkan beberapa negara besar.

Sementara itu, Ralf Dahrendorf menyampaikan bahwa konflik sanggup dibedakan atas empat macam, yaitu sebagai berikut.
  1. Konflik antara atau yang terjadi dalam peranan sosial, atau biasa disebut dengan konflik peran. Konflik tugas yakni suatu keadaan di mana individu menghadapi harapanharapan yang berlawanan dari majemuk peranan yang dimilikinya.
  2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial.
  3. Konflik antara kelompok-kelompok yang terorganisir dan tidak terorganisir.
  4. Konflik antara satuan nasional, menyerupai antarpartai politik, antarnegara, atau organisasi internasional.

Sedangkan Lewis A. Coser membedakan konflik atas bentuk dan kawasan terjadinya konflik.

1. Konflik Berdasarkan Bentuk,
Berdasarkan bentuknya, kita mengenal konflik realistis dan konflik nonrealistis.
  • Konflik realistis yakni konflik yang berasal dari kekecewaan individu atau kelompok atas tuntutan-tuntutan maupun perkiraan-perkiraan laba yang terjadi dalam hubungan-hubungan sosial. Misalnya beberapa orang karyawan melaksanakan aksi mogok kerja alasannya yakni tidak setuju dengan kebijakan yang telah dibentuk oleh perusahaan.
  • Konflik nonrealistis yakni konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang bertentangan, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Misalnya penggunaan jasa ilmu mistik atau dukun dalam usaha untuk membalas dendam atas perlakuan yang membuat seseorang turun pangkat pada suatu perusahaan.

2. Konflik Berdasarkan Tempat Terjadinya
    Berdasarkan kawasan terjadinya, kita mengenal konflik in-group dan konflik out-group.
  • Konflik in-group yakni konflik yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat sendiri. Misalnya kontradiksi alasannya yakni permasalahan di dalam masyarakat itu sendiri hingga menjadikan kontradiksi dan permusuhan antaranggota dalam masyarakat itu.
  • Konflik out-group yakni konflik yang terjadi antara suatu kelompok atau masyarakat dengan suatu kelompok atau masyarakat lain. Misalnya konflik yang terjadi antara masyarakat desa A dengan masyarakat desa B. Masih ada lagi mahir sosiologi yang memperlihatkan pembagian terstruktur mengenai mengenai bentuk-bentuk konflik yang terjadi dalam masyarakat, yaitu Ursula Lehr. Ursula Lehr membagi konflik dari sudut pandang psikologi sosial. Menurutnya, apabila dilihat dari sudut pandang psikologi sosial, maka konflik itu sanggup dibedakan atas konflik dengan orang renta sendiri, konflik dengan bawah umur sendiri, konflik dengan sanak saudara, konflik dengan orang lain, konflik dengan suami atau istri, konflik di sekolah, konflik dalam pekerjaan, konflik dalam agama, dan konflik pribadi.

1. Perbedaan antarindividu
2. Perbedaan kebudayaan
3. Perbedaan kepentingan
4. Perubahan sosial


Meskipum konflik sosial merupakan proses disosiatif yang mengarahkan kemungkinan terjadinya kekerasan, konflik juga merupakan suatu proses social yang mempunyai segi positif bagi masyarakat.

Konflik dikatakan positif kalau tidak bertentangan dengan pola-pola kekerabatan social didalam struktur sosial.

Segi positif suatu konflik antara lain:

  1. Konflik sanggup memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum terang atau masih belum tuntas ditelaah.
  2. Konflik memungkinkan adanya pembiasaan kembali norma-norma, nilai-niali, serta kekerabatan sosial dalam kelompok bersangkutan dengan kebutuhan individu atau kelompok.
  3. Konflik meningkatkan solidaritas antar anggota kelompok (in-group solidarity) yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  4. Konflik merupakan jalan untuk menguragi ketergantungan antarindividu atau kelompok
  5. Konflik sanggup membantu kembali menghidupkan norma-norma usang dan membuat norma baru.
  6. Konflik sanggup berfungsi sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan yang ada didalam masyarakat.


Segi negatif suatu konflik antara lain:

  1. Keretakan kekerabatan antarindividu dan persatuan kelompok.
  2. Kerusakan harta benda dan jatuhnya korban
  3. Berubahnya sikap kepribadian antarindividu, baik yang mengarah pada hal-hal positif ata negative. Sebagai contoh, konflik menjadikan rasa benci, curiga, atau menjadikan perkelahian sebagai solusi atas permasalahan dalam kelompok cukup umur atau anak-anak.
  4. Munculnya dominasi kelomok pemenang atas kelompok yang kalah.


Pada ulasan di atas telah sanggup kita lihat bersama bahwa sebuah konflik sanggup muncul apabila disertai dengan luapan perasaan tidak suka, benci, dan lain sebagainya, bahkan hingga disertai munculnya keinginan untuk menghancurkan atau menghabisi lawan atau pihak lain.

Apabila keinginan tersebut diwujudkan dalam sebuah tindakan, maka ketika itulah terjadi kekerasan. Apakah yang dimaksud dengan kekerasan?

Tindakan apa saja yang sanggup dikatakan sebagai kekerasan?

Dalam masyarakat diusahakan semoga konflik yang terjadi tidak berakhir dengan kekerasan. Oleh alasannya yakni itu dibutuhkan adanya suatu prasyarat, yaitu sebagai berikut.

Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus menyadari akan adanya situasi konflik di antara mereka.

Pengendalian konflik-konflik tersebut hanya mungkin sanggup dilakukan apabila aneka macam kekuatan sosial yang saling bertentangan itu terorganisir dengan jelas.

Setiap kelompok yang terlibat dalam konflik harus mematuhi aturan-aturan permainan tertentu yang telah disepakati bersama.

Aturan tersebut pada saatnya nanti akan menjamin keberlangsungan hidup kelompok-kelompok yang bertikai tersebut.

Apabila prasyarat di atas tidak dipenuhi oleh pihak-pihak yang terlibat konflik, maka besar kemungkinan konflik akan bermetamorfosis kekerasan.

Secara umum, kekerasan sanggup didefinisikan sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang mengakibatkan cedera atau hilangnya nyawa seseorang atau sanggup mengakibatkan kerusakan fisik atau barang orang lain.

Sementara itu, secara sosiologis, kekerasan sanggup terjadi di ketika individu atau kelompok yang melaksanakan interaksi sosial mengabaikan norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat dalam mencapai tujuan masing-masing.

Dengan diabaikannya norma dan nilai sosial ini akan terjadi tindakan-tindakan tidak rasional yang akan menjadikan kerugian di pihak lain, namun sanggup menguntungkan diri sendiri.

Menurut Soerjono Soekanto, kekerasan (violence) diartikan sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda.

Sedangkan kekerasan sosial yakni kekerasan yang dilakukan terhadap orang dan barang, oleh alasannya yakni orang dan barang tersebut termasuk dalam kategori sosial tertentu.


Dalam kehidupan faktual di masyarakat, kita sanggup menjumpai aneka macam tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggota masyarakat yang satu terhadap anggota masyarakat yang lain.

Misalnya pembunuhan, penganiayaan, intimidasi, pemukulan, fitnah, pemerkosaan, dan lain-lain. Dari aneka macam bentuk kekerasan itu bekerjsama sanggup digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu kekerasan eksklusif dan kekerasan tidak langsung.

Tahukah kau apakah kekerasan eksklusif dan kekerasan tidak eksklusif itu? Mari kita bahas bersama pada uraian berikut ini.

1. Kekerasan eksklusif (direct violent) 
Kekerasan eksklusif yakni suatu bentuk kekerasan yang dilakukan secara eksklusif terhadap pihakpihak yang ingin dicederai atau dilukai.

Bentuk kekerasan ini cenderung ada pada tindakan-tindakan, menyerupai melukai orang lain dengan sengaja, membunuh orang lain, menganiaya, dan memperkosa.

2. Kekerasan tidak eksklusif (indirect violent) 
Kekerasan tidak eksklusif yakni suatu bentuk kekerasan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain melalui sarana.

Bentuk kekerasan ini cenderung ada pada tindakan-tindakan, menyerupai mengekang, meniadakan atau mengurangi hak-hak seseorang, mengintimidasi, memfitnah, dan perbuatan-perbuatan lainnya.

Misalnya terror bom yang dilakukan oleh para teroris untuk mengintimidasi pemerintah supaya lebih waspada akan ancaman yang dilakukan oleh pihak abnormal terhadap negara kita.

Sehubungan dengan tindak kekerasan yang telah dilakukan oleh anggota masyarakat yang satu terhadap anggota masyarakat yang lain, intinya di dalam diri insan terdapat dua jenis aksi (upaya bertahan), yaitu sebagai berikut.

Desakan untuk melawan yang telah terprogram secara filogenetik sewaktu kepentingan hayatinya terancam.

Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan hidup individu yang bersifat adaptif biologis dan hanya muncul apabila ada niat jahat. Misalnya si A melaksanakan pencurian alasannya yakni adanya desakan kebutuhan ekonomi, menyerupai makan.

Agresi jahat melawan kekejaman, kekerasan, dan kedestruktifan ini merupakan ciri manusia, di mana aksi tidak terprogram secara filogenetik dan tidak bersifat adaptif biologis, tidak mempunyai tujuan, serta muncul begitu saja alasannya yakni dorongan nafsu belaka.

Misalnya aksi kerusuhan yang dilakukan oleh para suporter sepak bola. Kamu telah mencar ilmu mengenai konflik dan kekerasan yang terjadi di masyarakat. Dapatkah kau membedakan kedua hal tersebut?


1. Teori Faktor Individual
Beberapa mahir beropini bahwa setiap sikap kelompok, termasuk sikap kekerasan, selalu berawal dari perlaku individu. Factor penyebab sikap kekerasan yakni factor pribadi dan factor sosial.

2. Teori Faktor Kelompok
Beberapa mahir mengemukakan pandangan bahwa individu cenderung membentuk kelompo yang mengedepankan identitas menurut persamaan ras, agama, atau etnis. Identitas kelompok inilah yang dibawa ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Beberapa benturan antar kelompok yang berbeda sering menjadikan kekerasan.

3. Teori Dinamika Kelompok
Menurut teori ini, kekerasa timbul alasannya yakni adanya deprifasi relative (kehilangan rasa memiliki) yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat. Artinya, perubahan sosial yang etrjadi sedemikian cepat dalam sebuah masyarakat dan tidak bisa ditanggapi dengan seimbang oleh system sosial dan masyarakatnya. Perkembangan efek perubahan itu berlangsung sangat cepat dan tidak seiring dengan perubahan atau perkembangan dalam masyarakat.

Masih ingatkah kau pada materi kelas X wacana akomodasi?

Akomodasi yakni usaha-usaha mengurangi, mencegah, dan menghentikan kontradiksi atau konflik untuk mencapai sebuah keseimbangan atau keteraturan dalam hidup bermasyarakat.

Akomodasi sebagai cara untuk menuntaskan konflik dalam masyarakat bertujuan untuk mengurangi kontradiksi di antara individu-individu atau kelopok insan sebagai akhir perbedaan paham, mencegah meledaknya pertentangan, memungkinkan terjadinya kolaborasi di antara kelompok-kelompok yang hidup terpisah sebagai akhir faktor sosial psikologis dan kebudayaan, serta megusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, contohnya melalui perkawinan campuran.

Beberapa cara fasilitas yang sanggup dipakai untuk menuntaskan konflik yakni konsiliasi, mediasi, arbitrasi, ajudikasi, eliminasi, subjugation atau domination, majority rule, minority consent, kompromi, integrasi, dan gencatan senjata.

Bukalah kembali buku sosiologi kelas X untuk mengingatkanmu lagi mengenai cara-cara dalam bentuk fasilitas yang sanggup dipakai untuk memecahkan atau menuntaskan konflik yang terjadi di masyarakat.

Sementara itu Georg Simmel menyampaikan ada beberapa cara yang sanggup dipakai untuk menuntaskan konflik, yaitu sebagai berikut.

Kemenangan di salah satu pihak atas pihak lainnya.
Kompromi atau negosiasi di antara pihak-pihak yang bertikai, sehingga tidak ada pihak yang sepenuhnya menang dan tidak ada pihak yang merasa kalah.

Contohnya, negosiasi di Helsinki, Finlandia wacana penyelesaian permasalahan Gerakan Separatis Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia beberapa waktu yang lalu, yang balasannya mencapai janji bahwa Nangroe Aceh Darussalam masih menjadi belahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rekonsiliasi antara pihak-pihak yang bertikai. Hal ini akan mengembalikan suasana persahabatan dan saling percaya di antara pihak-pihak yang bertikai tersebut.

Contohnya dalam penyelesaian konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia mengenai kepulauan Sipadan dan Ligitan.

Saling memaafkan atau salah satu pihak memaafkan pihak yang lain. Kesepakatan untuk tidak berkonflik.

Related : Sosiologi Xi Belahan 4: Konflik, Kekerasan, Dan Upaya Penyelesaiannya

0 Komentar untuk "Sosiologi Xi Belahan 4: Konflik, Kekerasan, Dan Upaya Penyelesaiannya"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)