Sosiologi Xii Penggalan 3: Ketimpangan Sosial Sebagai Efek Perubahan Sosial Di Tengah Globalisasi

1. Teori Kolonialisme
Menurut Horrison, mereka menanamkan sebagian manfaatnya ke dalam persenjataan yang tangguh dan kapal cepat, kemudin dipakai untuk menyerbu negara yang lemah untuk dijadikan koloninya (Henslin, 2007).

Makus kolonialisme di sini ialah untuk mengeksploitasi rakyat dan sumber daya suatu bangsa demi laba negara kapitalis (induk).

2. Teori Sistem Dunia
Teori ini dikemukakan oleh Immanuel Wallersten. Dia menganalisa bagaimana industrialisasi menghasilkan tiga kelompok bangsa, yaitu negara inti (negara yang lebih dulu melaksanakan industrialisasi dan mendominasi negara yang lemah), negara semiperiferi (negara yang bergantung pada perdagangan negara inti) dan negara periferi (negara pinggiran).

Globalisasi kapitalisme di sini berkembang dengan cepat dan diterima oleh negara-negara di sekelilingnya. Mereka saling terkait dan saling mensugesti dalam hal produksi dan perdagangan, contohnya yang terjadi antara Meksiko dan AS (Henslin, 2007).

3. Teori Ketergantungan (Dependensi)
Menganggap bahwa keterbelakangan sebagai akhir suatu sistem kapitalis internasional yang mayoritas (yang berbentuk perusahaan-perusahaan multinasional) dan bersekutu dengan elite lokal di Dunia Ketiga yang memakai kelebihan mereka yang istemewa untuk mempertahankan kedudukan mereka.

Dunia ketiga ialah negara yang tidak masuk Dunia Pertama (negara kapitalis) dan Dunia Kedua (negara komunis).

4. Pendekatan Struktural
Adalah cara lain untuk memandang ketimpangan dunia dalam hal kesejahteraan dan kekuasaan. Pendekatan ini memandang bahwa kemiskinan dan kebergantungan dunia ketiga tidak disebabkan oleh keputusan kebijakan yang sengaja dibentuk di Amerika, Inggris atau Moscow.

Namun berasal dari struktur sistem internasional yang konstruksinya dibentuk sedemikian rupa sehingga bangsa-bangsa pengekspor materi mentah terpaksa kehilangan bagiannya dari laba produksi (Clark, 1989).

5. Teori Fungsionalis
Teori ini percaya bahwa ketidaksetaraan tidak bisa dihindari dan memainkan fungsi penting dalam masyarakat.

Menurut Kingsley Davis dan Wibert Moore (Henslin, 2007), penyebab ketidaksetaraan dan stratifikasi masyarakat ialah sebagai berikut:
  • Masyarakat harus memastikan bahwa posisi-posisinya terisi,
  • Beberapa posisi lebih penting daripada yang lain,
  • Posisi-posisi yang lebih penting harus diisi oleh orang lebih berkualifikasi,
  • Untuk memotivasi orang yang berkualifikasi biar mengisi posisi-posisi ini, masyarakat harus memperlihatkan imbalan lebih besar.

6. Teori Konflik
Teori ini melihat ketimpangan sebagai akhir dari kelompok dengan kekuatan (power) mendominasi kelompok yang kurang kuat.

Mereka percaya bahwa kesenjangan sosial mencegah dan menghambat kemajuan masyarakat lantaran mereka yang berkuasa akan menindas orang-orang tak berdaya untuk mempertahankan status quo.

Marx ialah tokoh konflik pertama yang memandang bahwa kapitalisme akan memperuncing perbedaan kelas antarindividu. Ia menganggap bahwa individu yang mempunyai tenaga (kaum borjuis) yang bisa menguasai alat produksi.

Sedangkan berdasarkan Lewis Coser, konflik ialah suatu usaha mengenai nilai serta tuntutan atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat langka. Tujuannya untuk menetralkan atau melenyapkan pihak lawan.

7. Teori Pertumbuhan Neoklasik
Teori ini dilahirkan oleh Douglas C. North, yang memunculkan prediksi perihal korelasi antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah.

Teori neoklasik beranggapan bahwa mobilitas faktor produksi, baik modal maupun tenaga kerja, pada awal proses pembangunan.

Hal ini berakibat modal dan tenaga kerja meluas, namun apabila proses pembangunan terus berlanjut dengan main baiknya sarana dan prasarana komunikasi, mobilitas mdal dan tenaga kerja akan semakin lancar.

Dengan demikian, nantinya sesudah negara menjadi maju, ketimpangan pembangunan regional akan berkurang. Anggapan-anggapan ini kemudian dikenal sebagai Hipotesis Neoklasik (Sjafrizal, 2008).

Naidoo dan Wills dalam Warwick-Booth (2013), ketimpangan sosial merupakan perbedaan-perbedaan dalam pemasukan (income), sumber daya (resource), kekuasaan (power), dan status di dalam dan antara masyarakat.

Ketimpangan ini dipertahankan oleh orang-orang yang berkuasa melalui institusi dan proses-proses sosial.

Ketimpangan sosial ditandai ketidaksetaraan peluang dan penghargaan untuk posisi sosial yang berbeda atau status dalam kelompok atau masyarakat.

Ini termasuk teladan terstruktur dan berulang dan tidak merata dari distribusi barang, kekayaan, kesempatan, penghargaan dan hukuman.

Syamsul Hadi, dkk, (2004) menyampaikan bahwa ada 6 ketimpangan yang terjadi, yaitu:
  1. Ketimpangan desa dan kota.
  2. Kesenjangan pembangunan diri insan Indonesia.
  3. Ketimpangan antargolongan sosial ekonomi yang diperlihatkan dengan semakin meningkatnya kesenjangan ekonomi antara golongan-golongan dalam masyarakat.
  4. Ketimpangan penyebaran aset di kalangan swasta dengan ciri sebagian besar kepemilikan aset di Indonesia terkonsentrasi pada skala besar.
  5. Ketimpangan antarsektor ekonomi dengan ciri sebagian sektor, contohnya properti, menerima tempat yang istimewa.
  6. Ketimpangan antarwilayah dan subwilayah dengan ciri konsentrasi ekonomi terpusat pada wilayah perkotaan, terutama ibu kota, sehingga kawasan hanya mendapatkan konsentrasi ekonomi yang sangat kecil.

1. Faktor Struktural
Ini berkaitan erat dengan tata kelola yang merupakan kebijakan pemerintah dalam menangani masyarakat, baik yang bersifat legal formal maupun kebijakan-kebijakan dalam pelaksanaannya.

Dapat kita ibaratkan sebagai jaringan listrik yang berfungsi sebagai penyalur energi yang memberi aset ke masyarakat biar sanggup dioptimalkan energinya untuk pembangunan diri dan bangsa.

2. Faktor Kultural
Faktor kultural atau budaya sanggup kita ibaratkan sebagai tenaga listrik atau energy pencetus kehidupan masyarakat.

Hal ini berkaitan dengan sifat atau abjad masyarakat dalam melaksanakan kehidupannya, apakah ia malas atau rajin, giat atau gampang menyerah, jujur atau menhalalakan banyak sekali cara, suka berkompetisi atau mendapatkan apa adanya, dan seterusnya.

Kultur atau budaya berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Contoh, masyarakat yang tidak mempunyai orientasi ke dengan dan sudah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya.

Mereka menganggap budaya hemat, suka menabung, dan menciptakan rencana tidak diharapkan lantaran mereka merasa kebutuhannya sudah tercukupi oleh sumber daya alam yang ada di sekitarnya.

Namun apabila sumber daya alamnya kian menipis, sedangkan kemampuan berusahanya lemah, maka kemiskinan yang akan mereka peroleh.

1. Kriminalitas
Kriminalitas atau kejahatan ialah suatu bentuk perbuatan atau tingkah laris yang merugikan korban juga sangat merugikan masyarakat.

Menurut M. A. Elliot, kejahatan ialah problema dalam masyarakat modern atau tingkah laris yang gagal dan melanggar aturan dan sanggup dijatuhi eksekusi yang berupa eksekusi penjara, eksekusi mati, eksekusi denda, dan lain-lain.

Menurut Soerjono Soekanto, tindakan kriminal disebabkan oleh kondisi-kondisi dan proses-proses sosial yang menghasilkan perilaku-perilaku sosial lainnya, mirip proses imitasi, persaingan, dan kontradiksi kebudayaan.

2. Melemahnya Jiwa Wirausaha
Hal ini sanggup mengganggu perkembangan perekonomian bangsa, dalam pengembngannya dibutuhkan kemampuan dana, tenaga, kemampuan, kemampuan manajemen, dan peluang berusaha termasuk pasar.

Menurut Peggy A. Lambing dan Charles R. Kuehl, entrepreneurship ialah tindakan kreatif yang membangun suatu value dari suatu yang tidak ada dan merupakan proses untuk menangkap dan mewujudkan peluang terlepas dari sumber daya yang ada, serta membutuhkan keberanian untuk mengambil risiko yang telah diperhitungkan.

3. Monopoli
Secara istilah, monopoli ialah suatu penguasaan pasar yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan atau tubuh untuk menguasai penawaran pasar (penjualan produk barang dan jasa di pasar) yang ditujukan kepada para pelanggannya, Ciri-ciri monopoli sebagai berikut:
  • Penguasaan pasar, pasar dikuasai oleh satu pihak saja.
  • Produk yang ditawarkan biasanya tidak mempunyai saingan.
  • Pelaku praktik monopoli sanggup memengaruhi harga produk.
  • Sulit bagi pengusaha lain untuk memasuki pasar.

4. Kemiskinan
Kemiskinan ialah keadaan seseorang yang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan tidak bisa memanfaatkan tenaga baik mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Ciri-ciri kemiskinan secara umum ialah sebagai berikut:
  • Angka simpulan hidup tinggi,
  • Tingkat kesehatan rendah,
  • Sikap yang sulit mendapatkan perubahan, dan
  • Mata pencaharian yang rendah dengan penguasaan teknologi yang rendah.

5. Kemrosotan Moral
Hal ini muncul sebagai akhir dari ketimpangan sosial tidak hanya dilakukan oleh kelompok yang kurang bisa saja tetapi kelompok masyarakat terpenuhi seluruh kebutuhannya atau bisa juga mengalami kemrosotan mora yang dipicu oleh berkembangnya sikap individualistis dan matrealistis.

6. Pencemaran Lingkungan Alam
Pencemaran lingkungan alam ialah rusaknya tata lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia. Rusaknya lingkungan lantaran faktor alam secara alamiah alam akan memperbaikinya kembali. Namun, pencemaran lingkungan lantaran ulah insan sangatlah sulit diperbaiki apabila insan tidak cepat sadar untuk menghentikannya.

Related : Sosiologi Xii Penggalan 3: Ketimpangan Sosial Sebagai Efek Perubahan Sosial Di Tengah Globalisasi

0 Komentar untuk "Sosiologi Xii Penggalan 3: Ketimpangan Sosial Sebagai Efek Perubahan Sosial Di Tengah Globalisasi"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)