Kearifan lokal yaitu pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta banyak sekali taktik kehidupan yang berwujud aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab banyak sekali problem dalam pemenuhan komunitas tersebut.
Kearifan lokal berkaitan bersahabat dengan kondisi geografis atau lingkungan alam.
Nilai-nilai dalam kearifan lokal menjadi modal utama membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan alam.
Kaprikornus sanggup dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai budaya unggul dari masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi geografis.
Kearifan lokal merupakan produk budaya masa kemudian yang patut dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal, nilai yang terkadang didalamnya yakni universal.
Kearifan lokal berkaitan bersahabat dengan kondisi geografis atau lingkungan alam.
Nilai-nilai dalam kearifan lokal menjadi modal utama membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan alam.
Kaprikornus sanggup dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai budaya unggul dari masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi geografis.
Kearifan lokal merupakan produk budaya masa kemudian yang patut dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal, nilai yang terkadang didalamnya yakni universal.
Ciri-ciri kearifan lokal yaitu sebagai berikut:
- Mampu bertahan terhadap budaya luar,
- Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,
- Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli,
- Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
Fungsi kearifan lokal:
- Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam,
- Berfungsi untuk membuatkan sumber daya manusia, contohnya berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pet rate,
- Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
- Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan,
- Bermakna contohnya sebagai integrasi komunal/kerabat serta upacara daur pertanian,
- Bermakna adat dan akhlak yang terwujud dalam upacara ngaben dan penyucian roh leluhur,
- Bermakna politik, contohnya dalam upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client
Nyoman Sirtha menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat berupa nilai, norma, kepercayaan dan aturan-aturan khusus.
Terdapat pendapat lain yang mengklasifikasikan kearifan lokal ke dalam dua aspek (Azan, 2013) yaitu:
Wujud Nyata (Tangible)
1. Tekstual
2. Bangunan atau Aristektual
3. Benda Cagar Budaya atau Tradisional (Karya Seni)
Tidak Berwujud (intangible)
Contohnya yaitu petuah yang disampaikan secara ekspresi dan seni bunyi berupa nyanyian, pantun, cerita, serat nilai-nilai pedoman tradisional. Serat ini disampaikan secara ekspresi dari generasi ke generasi.
Terdapat pendapat lain yang mengklasifikasikan kearifan lokal ke dalam dua aspek (Azan, 2013) yaitu:
Wujud Nyata (Tangible)
1. Tekstual
2. Bangunan atau Aristektual
3. Benda Cagar Budaya atau Tradisional (Karya Seni)
Tidak Berwujud (intangible)
Contohnya yaitu petuah yang disampaikan secara ekspresi dan seni bunyi berupa nyanyian, pantun, cerita, serat nilai-nilai pedoman tradisional. Serat ini disampaikan secara ekspresi dari generasi ke generasi.
Komunitas yaitu sekelompok masyarakat yang terikat dalam suatu identitas yang sama.
Di Indonesia banyak terdapat komunitas yang mempunyai ciri yang memegang teguh kearifan lokal sebagai pedoman hidup dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.
Misalnya komunitas suku Badui, komunitas masyarakat Kampung Naga, komunitas Suku Kajang, dsb.
Sehingga pada hakikatnya, pemberdayaan komunitas berdasarkan Wilkinson (Sadri, 2009) yaitu sebuah upaya atau perubahan yang sengaja dilakukan atau dikembangkan oleh anggota sebuah komunitas itu sendiri, dimana mereka merumuskan masalah, menyusun planning serta memilih arah perubahan berdasarkan keyakinan dan persepsi mereka sendiri dan perubahan itu diyakini sebagai perbaikan (improvement) sebagaimana layaknya membangun bangunan, maka upaya perbaikan tersebut umumnya diarahkan kepada perbaikan dan pengokohan struktur-struktur penopang komunitas yang bersangkutan.
Di Indonesia banyak terdapat komunitas yang mempunyai ciri yang memegang teguh kearifan lokal sebagai pedoman hidup dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.
Misalnya komunitas suku Badui, komunitas masyarakat Kampung Naga, komunitas Suku Kajang, dsb.
Sehingga pada hakikatnya, pemberdayaan komunitas berdasarkan Wilkinson (Sadri, 2009) yaitu sebuah upaya atau perubahan yang sengaja dilakukan atau dikembangkan oleh anggota sebuah komunitas itu sendiri, dimana mereka merumuskan masalah, menyusun planning serta memilih arah perubahan berdasarkan keyakinan dan persepsi mereka sendiri dan perubahan itu diyakini sebagai perbaikan (improvement) sebagaimana layaknya membangun bangunan, maka upaya perbaikan tersebut umumnya diarahkan kepada perbaikan dan pengokohan struktur-struktur penopang komunitas yang bersangkutan.
Tujuan dari pemberdayaan komunitas yaitu untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri.
Kemandirian ini mencakup kemandirian bertindak, berpikir dan mengendalikan apa yang mereka lakukan (Nugroho, 2012).
Pemberdayaan komunitas orientasinya merujuk kepada komunitas yang kurang berdaya atau tidak berdaya.
Pemberdayaan juga sanggup dilakukan kepada komunitas yang telah berdaya, namun dengan tujuan untuk mengantisipasi terhadap bahaya dan kendala yang sanggup mengubah komunikasi itu sendiri.
Kemandirian ini mencakup kemandirian bertindak, berpikir dan mengendalikan apa yang mereka lakukan (Nugroho, 2012).
Pemberdayaan komunitas orientasinya merujuk kepada komunitas yang kurang berdaya atau tidak berdaya.
Pemberdayaan juga sanggup dilakukan kepada komunitas yang telah berdaya, namun dengan tujuan untuk mengantisipasi terhadap bahaya dan kendala yang sanggup mengubah komunikasi itu sendiri.
Tahap pertama, impian dari masyarakat sendiri untuk bermetamorfosis lebih baik.
Tahap kedua, masyarakat dibutuhkan bisa melepaskan halangan-halangan atau faktor-faktor yang bersifat resiatensi terhadap kemajuan dalam diri dan komunitasnya.
Tahap ketiga, masyarakat dibutuhkan sudah mendapatkan kebebasan komplemen dan merasa mempunyai tanggungjawab dalam membuatkan dirinya dan komunitasnya.
Tahap keempat, upaya untuk mengembngkna tugas dan batas tanggungjawab yang lebih luas, hal ini berkaitan dengan minat dan motivasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.
Tahap kelima, peningkatan rasa memiiki yang besar menghasilkan keluaran kinerja yang lebih baik. Pada tahap ini hasil-hasil positif dari pemberdayaan mulai terlihat.
Tahap keenam, telah terjadi perubahan sikap dan kesan terhadap dirinya, dikala keberhasilan dalam peningkatan kerja bisa meningkatkan perasaan psikologis di atas posisi sebelumnya.
Tahap ketujuh, masyarakat sudah berhasil memberdayakan dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar guna mendapatkan hasil yang lebih baik.
Tahap kedua, masyarakat dibutuhkan bisa melepaskan halangan-halangan atau faktor-faktor yang bersifat resiatensi terhadap kemajuan dalam diri dan komunitasnya.
Tahap ketiga, masyarakat dibutuhkan sudah mendapatkan kebebasan komplemen dan merasa mempunyai tanggungjawab dalam membuatkan dirinya dan komunitasnya.
Tahap keempat, upaya untuk mengembngkna tugas dan batas tanggungjawab yang lebih luas, hal ini berkaitan dengan minat dan motivasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.
Tahap kelima, peningkatan rasa memiiki yang besar menghasilkan keluaran kinerja yang lebih baik. Pada tahap ini hasil-hasil positif dari pemberdayaan mulai terlihat.
Tahap keenam, telah terjadi perubahan sikap dan kesan terhadap dirinya, dikala keberhasilan dalam peningkatan kerja bisa meningkatkan perasaan psikologis di atas posisi sebelumnya.
Tahap ketujuh, masyarakat sudah berhasil memberdayakan dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar guna mendapatkan hasil yang lebih baik.
- Kesediaan suatu komunitas untuk mendapatkan pemberdayaan bergantung pada situasi yang dihadapi.
- Adanya pemikiran bahwa pemberdayaan tidak untuk semua orang, dan adanya persepsi dari pemegang kekuasaan dalam komunitas tersebut bahwa pemberdayaan dapan mengorbankan diri mereka sendiri.
- Ketergantungan yaitu budaya, dengan adanya masyarakat sudah terbiasa dalam hirarki, birokrasi dan kontrol menejemen yang tegas sehingga menciptakan mereka terencana dalam berpikir dan berbuat rutinitas.
- Dorongan dari para pemimpin setiap komunitas untuk tidak mau melepaskan kekuasaannya, sehingga inti dari pemberdayaan terutama terkait dengan siklus pemberdayaan kemampuan dan motivasi setiap orang berbeda-beda.
- Adanya batas pemberdayaan, terutama terkait dengan siklus pemberdayaan kemampuan dan motivasi setiap orang berbeda-beda.
- Adanya kepercayaan dari para pemimpin komunitas untuk membuatkan pemberdayaan dan mengubah persepsi mereka perihal anggota komunitasnya.
- Pemberdayaan tidak aman bagi perubahan yang cepat.
- Pemberdayaan membutuhkan pemberian sumber daya (resource) yang besar, baik dari segi pembiayaan maupun waktu.
- Untuk membantu kalian lebih memahami materi perihal “Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas” saya akan memaparkan sebuah artikel yang sanggup membantu kalian lebih memahami materi diatas.
0 Komentar untuk "Sosiologi Xii Potongan 4: Kearifan Lokal Dan Pemberdayaan Komunitas"