Urgensi Konservasi Sumberdaya Air Tanah

Baru-baru ini telah banyak diliput dibebagai media massa yang mengabarkan wacana fenomena kelangkaan air disejumlah tempat di Indonesia. Hampir setiap tahun, pada daerah-daerah tertentu sering mengalami kekeringan. Alhasil, masyarakat mengkonsumsi air yang bahwasanya tidak layak untuk dikonsumsi, yang mana mereka memanfaatkan sungai-sungai dan kolam-kolam yang keruh untuk kebutuhan sehari-hari alasannya ialah sumur mereka sudah mengering akhir kemarau yang berkepanjangan. Kondisi tersebut diperparah dengan tidak adanya pertolongan dari pemerintah setempat yang mensuplai kebutuhan air untuk mereka. Hal yang demikian, dirasa sangat memprihatinkan.

Apabila ditinjau dari klimatologi, Indonesia berada di zona ekuator yang beriklim tropis, dimana hanya memiliki dua animo saja setiap tahunnya yakni animo penghujan dan animo kemarau. Pergantian animo tersebut pada final dekade ini bisa dikatakan mengalami anomali, dimana lamanya animo kemarau lebih panjang dibandingkan dengan lamanya animo penghujan. Selain itu, pergantian animo nya pun tidak jelas, menyerupai pada tahun 2011 kemarin. Ada statement yang menyatakan bahwa hal tersebut merupakan akhir imbas dari perubahan iklim (climate change).

Potensi Air Tanah
Menurut Raghunath (2006) jumlah sumberdaya air di bumi ini diestimasi sekitar 1,36 x 108 M ha-m. Sumberdaya air tersebut, sekitar 97% ialah air asin di samudera dan 2,8% ialah air tawar didaratan. Dari 2,8% air tawar tersebut, sekitar 2,2% ialah air permukaan dan 0,6% ialah air tanah. Dari 2,2% air permukaan tersebut, 2,15% air tawar dikutub es, 0,01 air danau dan air sungai, dan sisanya 0,04% ialah ditempat lain. Air tanah yang persentasenya hanya 0,6% di seluruh bumi ini, dimanfaatkan oleh penduduk bumi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, akan sangat disayangkan apabila ketersediaannya yang sedikit tersebut tidak dijaga dengan baik.

Air merupakan kebutuhan yang paling pokok yang sifatnya urgen untuk memenuhi kebutuhan  hidup tanaman, hewan, dan manusia. Jumlah kualitas air higienis di bumi ini sanggup memenuhi seluruh kebutuhan populasi insan jikalau ketersediaanya itu teragih merata dan kapasitasnya sanggup diambil (Davie, 2007). Ketersediaan air di suatu tempat ialah sangat krusial, tanpa air mungkin tidak ada kehidupan dimuka bumi ini. Air yang melimpah belum tentu sanggup dimanfaatkan dan belum tentu sanggup mensejahterakan penduduk suatu daerah, alasannya ialah masih ada faktor kualitas air yang mejadi materi pertimbangan untuk sanggup dikonsumsi terutama dikonsumsi oleh manusia.

Menurut Todd (1980) air tanah merupakan satu porsi sistem sirkulasi air permukaan bumi yang diketahui sebagai siklus hidrologi. Secara mudah air  tanah berasal dari air permukaan. Sumber imbuhan utamanya ialah presipitasi, pemikiran sungai, danau, dan waduk. Kontribusi lain yang diketahui, menyerupai resapan buatan, jalan masuk irigasi, rembesan dari saluran, dan air yang dengan sengaja diterapkan untuk memperbesar persediaan air tanah.

Kenapa masyarakat menentukan untuk mengkonsumsi air tanah dibanding dengan air yang ada ditempat lain? Hal tersebut dikarenakan, air tanah harganya relatif murah, sanggup diperoleh dengan mudah, kuantitasnya dibumi ini lebih banyak dibandingkan dengan air permukaan menyerupai sungai, rawa, waduk dan danau, serta kualitas air tanah lebih cantik dibandingkan dengan air permukaan. Dari sinilah yang membedakan baku mutu sumberdaya air antara air untuk rumah tangga, untuk irigasi pertanian, dan untuk pengelolaan industri.

Suplai terbesar ketersediaan air tanah ialah adanya presipitasi, dimana hasil proses transpirasi dan evaporasi lalu terkondensasi di atmosfer dan dijatuhkan ke bumi sebagai air hujan yang nantinya sanggup berintersepsi kedalam tajuk vegetasi dan juga sanggup berinfiltrasi kedalam tanah yang pada gilirannya sanggup memperlihatkan imbuhan ke dalam akuifer air tanah didalam bumi. Proses yang demikian disebut sikulus hidrologi. Siklus ini sanggup berlangsung dengan baik ketika kondisi iklim setempat tidak mengalami perubahan, dalam artian bahwa lamanya animo penghujan dan animo kemarau yakni seimbang.

Problematika Air Tanah
Di Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk yang signifikan. Banyaknya jumlah penduduk tersebut mengahsilkan demand terhadap tempat tinggal untuk kelangsungan hidupnya. Dari sinilah muncul banyak sekali permasalahan, diantaranya ialah meningkatnya konversi penggunaan lahan dari lahan pertanian bermetamorfosis lahan permukiman. Lahan yang seharusnya difungsikan sebagai tempat tangkapan air hujan bermetamorfosis perumahan elit, sehingga meningkatkan debit pemikiran permukaan (overlandflow) di tempat tersebut dimana air hujan tidak bisa lagi berinfiltrasi ke dalam tanah alasannya ialah tanah tersebut sudah tertutup oleh bangunan.

Selain itu, maraknya deforestasi yang besar-besaran disejumlah tempat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, terutama di Kalimantan dan Sumatera, yang berimbas pada semakin berkurangnya lahan hutan. Sehingga air hujan tidak bisa lagi menyerap ke dalam tanah alasannya ialah kesemuanya sudah menjadi pemikiran permukaan. Padahal eksistensi hutan tersebut, selain sanggup memperlihatkan suplai O2 ke atmosfer tetapi juga sanggup menampung air hujan dari proses presipitasi. Efek dari acara tersebut dirasakan ketika animo kemarau panjang menyerupai kini ini, dimana kelangkaan air tanah sanggup kita rasakan disejumlah daerah. Para pemerhati lingkungan dalam hal ini sangat prihatin dengan kondisi yang menyerupai ini.

Berbagai acara pertambangan dan perindustrian juga memperlihatkan sumbangan terhadap degradasi lingkungan, dimana kaidah-kaidah lingkungan yang seharusnya ditaati, tidak diindahkan lagi, akan tetapi faktor hemat yang menjadi tujuan utamanya. Alhasil, pembuangan limbah tidak terorganisir dengan baik, yang pada gilirannya memicu pencemaran lingkungan. Selain itu, pencemaran logam berat dan materi kimia yang berbahaya lainnya ikut mencemari lingkungan sekitar. Hal inilah yang menimbulkan kualitas air semakin menurun, sehingga tidak sanggup lagi dikonsumsi oleh manusia.

Sumbangan Pemikiran
Potensi sumberdaya air tanah memang tidak teragih merata di seluruh tempat di Indonesia, hal tersebut dikarenakan setiap tempat memiliki kondisi fisik yang bervariasi dari aspek litologi, geomorfologi, geologi, hidrologi, dan vegetasi. Karena penentu eksistensi sumberdaya air tanah yang paling utama ialah dari aspek tersebut. Sehingga apabila aspek-aspek tersebut tidak mendukung tersedianya air tanah, maka potensinya cenderung sedikit, akan tetapi hal tersebut tidak menutup kemungkinan untuk dipakai untuk konsumsi manusia. Karena menyerupai yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya, bahwa Indonesia memiliki dua animo yang kesemuanya sanggup memperlihatkan imbas yang baik untuk kehidupan.

Perlunya untuk menjaga lingkungan dihimbahu semenjak dini, supaya lingkungan yang kita tempati ini sanggup berlangsung dengan baik serta berkelanjutan. Selain itu, pengendalian terhadap penurapan air tanah baik untuk kebutuhan domestik maupun untuk kebutuhan industri dirasa sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penurunan muka  air tanah dan pada hasilnya mencegah terjadinya kelangkaan air. Karena air tanah merupakan salah satu sumberdaya alam yang paling berharga yang mana ketersediaanya sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup insan ketika ini maupun dimasa yang akan datang.

Referensi:
Raghunath, 2006, Hydrology, Principles-Analysis-Design, New Delhi, New Age International Publiser
Davie T., 2007, Fundamentals of Hydrology, London and New York, Routledge
Todd D.K., 1980, Groundwater Hydrology, New York, John Wiley & Sons

Related : Urgensi Konservasi Sumberdaya Air Tanah

0 Komentar untuk "Urgensi Konservasi Sumberdaya Air Tanah"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)