DEFINISI ILMU
Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu (alima, ya’lamu, ‘ilman) yang berarti mengerti, memahami benar-benar.
Ilmu dari segi Istilah ialah Segala pengetahuan atau kebenaran perihal sesuatu yang tiba dari Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul-rasulNya dan alam ciptaanNya termasuk insan yang mempunyai aspek lahiriah dan batiniah.
Ilmu dalam bahasa Inggris disebut science, sedangkan pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia yaitu pengetahuan perihal suatu bidang yang disusun secara bersistem berdasarkan metode-metode tertentu, yang sanggup dipakai untuk menerangkan tanda-tanda gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Adapun ciri-ciri utama ilmu berdasarkan terminologi, antara lain adalah:
1. Ilmu yaitu sebagian pengetahuan yang bersifat koheren, empiris, sistematis, sanggup diukur dan dibuktikan.
2. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menunjukan seluruh kesatuan wangsit yang mengacu ke objek yang sama dan saling berkaitan secara logis.
3. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing daypikir perorangan, lantaran ilmu sanggup memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4. Yang sering kali berkaitan dengan konsep ilmu yaitu wangsit bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti intinya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
5. Ilmu menuntut pengalaman dan berpikir metodis.
6. Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya.
ADAB MENUNTUT ILMU
Menuntut ilmu yaitu satu keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang memperlihatkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita ketahui semoga ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab- budbahasa tersebut di antaranya adalah:
1. Ikhlas lantaran Allah
Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu yaitu lantaran Allah Subhanahu wa Ta’ala dan untuk negeri akhirat. Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar semoga bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya, maka Rasulullah telah memberi peringatan perihal hal ini dalam sabdanya: "Barangsiapa yang menuntut ilmu yang pelajari hanya lantaran Allah Ta’ala sedang ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia, ia tidak akan mendapatkan wangi nirwana pada hari kiamat". (HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu Majah)
Tetapi kalau ada orang yang menyampaikan bahwa saya ingin mendapatkan syahadah (MA atau Doktor, contohnya ) bukan lantaran ingin mendapatkan dunia, tetapi lantaran sudah menjadi peraturan yang tidak tertulis kalau seseorang yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi, segala ucapannya menjadi lebih didengarkan orang dalam memberikan ilmu atau dalam mengajar. Niat ini - insya Allah - termasuk niat yang benar.
2. Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.
Semua insan pada mulanya yaitu bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan kebodohan dari diri kita, sehabis kita menjadi orang yang mempunyai ilmu kita harus mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan banyak sekali cara semoga orang lain sanggup mengambil faidah dari ilmu kita.
Apakah disyaratkan untuk memberi manfaat pada orang lain itu kita duduk dimasjid dan mengadakan satu pengajian ataukah kita memberi manfa'at pada orang lain dengan ilmu itu pada setiap saat? Jawaban yang benar yaitu yang kedua; lantaran Rasulullah bersabda: "Sampaikanlah dariku walaupun cuma satu ayat” (HR: Bukhari)
Imam Ahmad berkata: Ilmu itu tidak ada bandingannya apabila niatnya benar. Para muridnya bertanya: Bagaimanakah yang demikian itu? Beliau menjawab: ia berniat menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.
3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.
Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at. Karena kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid'ah), sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah saw. Hal ini tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang yang mempunyai ilmu yang benar, sesuai petunjuk Al-Qur'an dan As-Sunnah.
4. Lapang dada dalam mendapatkan perbedaan pendapat.
Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu mendapatkan perbedaan itu dengan nrimo selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, lantaran persoalaan aqidah yaitu kasus yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf. Berbeda dalam kasus ijtihad, perbedaan pendapat telah ada semenjak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah saw masih hidup. Karena itu jangan hingga kita menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan kita.
5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.
Termasuk budbahasa yang tepenting bagi para penuntut ilmu yaitu mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, lantaran amal yaitu buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, budbahasa maupun muamalah. Karena orang yang telah mempunyai ilmu yaitu ibarat orang mempunyai senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).
Hendaklah para penuntut ilmu mengamalkan ilmunya, baik berupa aqidah, ibadah, akhlak, budbahasa dan muamalah, lantaran hal ini yaitu merupakan hasil dan buah dari ilmu itu. Pengemban ilmu itu ibarat pembawa senjata; Bisa mempunyai kegunaan dan bisa pula mencelakakan sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Al Qur’an itu membelamu atau mencelakakanmu.” (HR. Muslim). Membelamu apabila kau amalkan dan mencelakakanmu apabila tidak kau amalkan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:32)
Karena keutamaan ilmu itulah ia semakin bertambah dengan banyaknya nafkah (diamalkan dan diajarkan) dan berkurang apabila kita saying (tidak diamalkan dan diajarkan) serta yang merusaknya yaitu al kitman (menyembunyikan ilmu). (Hiyah Tholibil Ilmi, Bakr Abu Zaid hal :72).
6. Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.
Penuntut ilmu harus selalu nrimo dalam mendapatkan perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan hingga ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar, apalagi kalau orang itu yaitu seorang ulama. Ini yaitu kasus yang sangat penting, lantaran sebagian orang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkan mereka dimata masyarakat. Ini yaitu kesalahan terbesar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 41).
7. Mencari kebenaran dan sabar.
Termasuk budbahasa yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu yaitu mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari isu warta yang hingga kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika hingga kepada kita sebuah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu perihal keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits itu yaitu shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian) dari hadits tersebut.
Hendaklah sabar dalam menuntut ilmu, tidak terputus (ditengah jalan) dan tidak pula bosan, bahkan terus menerus menuntut ilmu semampunya. Kisah perihal kesabaran salafush shalih dalam menuntut ilmu sangatlah banyak, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma bahwa dia ditanya oleh seseorang: “Dengan apa anda bisa mendapatkan ilmu?” Beliau menjawab: “Dengan lisan yang selalu bertanya dan hati yang selalu memahami serta tubuh yang tidak pernah bosan.” (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh
Utsaimin hal:40 dan 61).
Bahkan sebagian dari mereka (salafus shalih) mencicipi sakit yang menyebabkannya tidak bisa berdiri dikarenakan tertinggal satu hadits saja. Sebagaimana terjadi kepada Syu’bah bin al Hajjaj rahimahullah, ia berkata: “Ketika saya berguru hadits dan tertinggal (satu hadits) maka akupun menjadi sakit.”
Barangsiapa mengetahui keutamaan ilmu dan mencicipi kelezatannya pastilah ia selalu ingin menambah dan mengupayakannya, ia selalu lapar (ilmu) dan tidak pernah kenyang sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Ada dua kelompok insan yang selalu lapar dan tidak pernah kenyang: orang yang lapar ilmu tidak pernah kenyang dan orang yang lapar dunia tidak pernah keying pula.” (HR. Al Hakim dll dengan sanad tsabit) (Hilyah al ‘Alim al Mu’allim, Syaikh Salim al Hialaliy hal 22- 23)
Abu al ‘Aliyah rahimahullah menuturkan:”Kami mendengar riwayat (hadits) dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sedang kami berada di Basrah (Iraq), kemudian kamipun tidak puas sehingga kami berangkat ke kota Madinah semoga mendengar dari lisan mereka (para perawinya) secara langsung.” (‘Audah ila as Sunnah, Syaikh Ali Hasan al Atsariy hal 44).
8. Memegang Teguh Al Kitab dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya, yang tidak
mungkin seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:
a. Al-Qur’anul Karim; Wajib bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca, menghafal, memahami dan mengamalkannya.
b. As Sunnah As Shahihah; Ini yaitu sumber kedua syariat Islam (setelah Al Qur’an) dan penjelas al Qur’an Karim.
c. Sumber ketiga yaitu ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama lantaran mereka lebih mantap ilmunya dari anda. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :43,44, dan 45)
9. Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah dan Rasul-Nya
Termasuk budbahasa terpenting pula yaitu kasus pemahaman perihal maksud Allah
dan juga maksud Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; Karena banyak orang yang
diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an
dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah dan Rasul-Nya
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh
kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-
Nya SAW sehingga timbullah kesesatan karenanya.
Kesalahan dalam pemahaman lebih berbahaya dari pada kesalahan dikarenakan kebodohan. Seorang yang jahil (bodoh) apabila melaksanakan kesalahan dikarenakan kebodohannya ia akan segera menyadarinya dan belajar, adapun seorang yang salah dalam memahami sesuatu ia tidak akan pernah merasa salah dan bahkan selalu merasa benar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :52)
Inilah sebagian dari budbahasa yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu semoga menjadi suri tauladan yang baik dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.
DALIL TENTANG ILMU
Dalam Al-Qur'an banyak sekali dalil yang perihal keutamaan menuntut ilmu ini memperlihatkan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi umat insan semenjak lahir hingga mati. "Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman yang mempunyai ilmu
diantara kau dengan beberapa derajat". (QS.Al-Mujadallah : 11)
Dari ayat diatas jelaslah bersama-sama orang yang memeliki ilmu derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang tidak berilmu, kita sebagai kaum muslimin juga tahu bersama-sama insan diangkat sebagai kholifah dimuka bumi ini dikarena dikarenakan pengetahuannya bukan lantaran bentuknya ataupun asal kejadiannya Sementara itu dalam surat lain Allah berfirman "Katakanlah : "Samakah orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu" (QS, Az-Zumar : 9), terperinci menyuruh
insan itu untuk berfikir apakah kira-kira insan yang berilmu dengan insan yang
tidak berilmu itu sama.
Dengan demikian jelaslah bahwa Islam sangat memuliakan orang-orang yang berilmu bahkan menganggap orang yang berilmu itu sebagai penerus Rosul, apa yang disampaikannya akan menjadi penerang jalan yang lurus, amalan orang yang berilmu sama dengan amalan jihad.
Imam Al-Ghazali menyampaikan : "Allah mengangkat derajat orang-orang dengan
ilmu, kemudian mengakibatkan mereka kebaikan sebagai pemimpin dan pepberi petunjuk yang diikuti, petuntuk dalam kebaikan, jejak mereka mereka diikuti dan perbuatan mereka
diamalkan.
Para malaikat ingin menghiasi mereka dan mengusap mereka dengan sayap- sayapnya. Setiap yang berair dan yang kering bertasbih bagi mereka dan memohon ampun bagi mereka, bahkan ikan-ikan dilaut dan binatang-binatang, hewan-hewan buas dan ternak-ternak didaratan serta bintang-bintang dilangit. Karena Ilmu menghidupkan hati dan menerangi pandangan yang gelap serta menguatkan yang lemah. Dengan Ilmu hamba mencapai kedudukan orang-orang yang salih.
Rasulullah SAW, ”Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, yang mereka wariskan yaitu al-ilmu . Barang siapa yang mengambil warisan tersebut, maka ia telah mendapatkan sesuatu yang besar” ( H.R Abu Dawud dan At Tirmdzi)
Perkataan Rasulullah SAW, “ Kalian lebih tau perihal urusan dunia kalian” (H.R Muslim)
Ilmu lainnya ibarat ilmu fisika, kimia, akuntansi dst tetap mempunyai faidah jika
memenuhi batasan berikut:
- Menolong dalam ketaatan kepada Allah Azza wa jalla dan membuatkan agama islam.
- Terkadang hukumnya menjadi wajib, ketika mempelajarinya termasuk persiapan yang Allah perintahkan dalam firmannya: (dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kau sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kau menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kau tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kau nafkahkan pada jalan Allah pasti akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kau tidak akan dianiaya (dirugikan)). (QS. Al-Anfaal: 60)
KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU
Ilmu merupakan sandi terpenting dari hikmah. Sebab itu, Allah memerintahkan insan semoga mencari ilmu atau berilmu sebelum berkata dan beramal. Firman Allah: (Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Illah selain Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu serta bagi (dosa) orang-orang mukmin, pria dan perempuan. Dan Allah mengetahui daerah kau berusaha dan daerah tinggalmu). (QS. Muhammad: 19).
Ilmu sebelum berkata dan beramal. Sufyan bin Uyainah berkata: insan paling terbelakang yaitu yang membiarkan kebodohannya, insan paling pintar yaitu yang mengandalkan ilmunya, sedangkan insan paling utama yaitu yang takut kepada Allah.
Ibnu Taimiyah mengatakan: bahwa ilmu yang terpuji, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur'an dan As Sunnah, ilmu yang diwariskan para nabi. Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dirham dan dinar, tetapi mereka
mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya, ia sangat beruntung”. (HR Abu
Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Ibnu Taimiyah membagi ilmu yang bermanfaat, menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu perihal Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan lain-lain, ibarat yang disebutkan yaitu Al-Qur'an surat Al-Ikhlas.
2. Ilmu perihal persoalan-persoalan masa kemudian yang dikabarkan Allah; persoalan-persoalan masa kini, dan persoalan-persoalan masa mendatang, ibarat yang dikabarkan dalam Al-Qur'an, yaitu ayat-ayat perihal kisah-kisah, janji-janji, ancaman, surga, neraka, dam sebagainya.
3. ilmu perihal perintah Allah yang bekerjasama dengan hati dan anggota badan, ibarat kepercayaan kepada Allah melalui pengenalan hati serta amaliah anggota badan. Pemahaman ini bersumber pada pengetahuan dasar-dasar kepercayaan dan kaidah-kaidah islam.
Pemahaman akan Ilmu. Banyak orang yang masih keliru memahami kasus ilmu. Mereka memahami Al-Qur'an dan As Sunnah hanya sebatas verbalitas semata, dan tidak memahami hakekat yang terkandung didalamnya. Betapa banyak orang yang hafal ayat Al- Qur'an, namun tidak memahami isinya. Perbuatan ibarat ini tentu saja bukan termasuk perbuatan orang-orang beriman, "Perumpamaan orang yang beriman membaca Al Qur'an ibarat jeruk sitrun yang baunya wangi dan rasanya manis. Perumpamaan orang beriman yang tidak membaca Al-Qur'an ibarat kurma yang tidak berbau dan rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al- Qur'an ibarat sekuntum bunga yang baunya wangi, tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur'an ibarat labu yang tidak berbau dan rasanya pahit". (HR Bukhari dan Muslim)
Ilmu dan Amal Perbuatan yang Sesuai Ilmu yang tepat yaitu ilmu yang diendapkan dalam hati, kemudian diamalkan. Inilah yang juga disebut ilmu bermanfaat, yang nerupakan sandi terpenting dari hikmah. Ilmu ini akan memperlihatkan kebaikan kepada pemiliknya, sedangkan ilmu tanpa amal akan menghujat pemiliknya pada hari kiamat. Oleh lantaran itu, Allah memperingatkan kaum beriman yang hanya bisa berbicara tetapi tidak melaksanakan apa-apa. (Hai orang-orang yang beriman, mengapa kau menyampaikan apa yang kau tidak perbuat? Amat besar kemurkaan di sisi Allah bahwa kau menyampaikan apa yang tiada kau kerjakan). (QS.Ash Shaf: 2 - 3)
Menyebarkan Ilmu; Allah juga memperingatkan kita semoga tidak meyembunyikan ilmu. Kita diperintahkan untuk memberikan ilmu yang merupakan karunia Allah itu sebatas kemampuan kita. Allah tidak memaksakan seseorang kecuali dalam batas kemampuannya. (Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan, berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, sehabis kami menerangkannya kepada insan dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang sanggup melaknati). (QS. Al Baqarah: 159).
Simak pula perkataan seorang penyair: Jika ilmu tidak kau amalkan, ia akan menjadi
bukti atasmu. Dan kau beralasan kalau kau tidak mengetahuinya. Kalau kau memperoleh ilmu Sesungguhnya, setiap perkataan seseorang akan dibenarkan olah
perbuatannya.
Ilmu mempunyai banyak keutamaan, di antaranya:
1. Ilmu yaitu amalan yang tidak terputus pahalanya sebagaimana dalam hadits: ”jika insan meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shodaqoh jariahnya, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR Bukhori dan Muslim)
2. Menjadi saksi terhadap kebenaran sebagaimana dalam firman Allah SWT: (Allah menyatakan bersama-sama tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali dia. Yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). (QS. Ali Imran 18)
3. Allah memerintahkan kepada nabinya Muhammad SAW untuk meminta ditambahkan ilmu sebagaimana dalam firman Allah, (... dan katakanlah: Ya Rabb ku, tambahkanlah kepadaku ilmu) (QS.Thahaa 114)
4. Allah mengangkat derajat orang yang berilmu. Sebagaimana firman Allah, (... Allah mengangkat orang beriman dan mempunyai ilmu diantara kalian beberapa derajat dan Allah mengetahui apa yang kau kerjakan”(QS. Mujadilah 11)
5. Orang berilmu yaitu orang yang takut Allah SWT, sebagaimana dalam firmannya: (.... sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambanya hanyalah orang-orangyang berilmu). (QS. Fathir 25).
6. Ilmu yaitu anugerah Allah yang sangat besar, sebagaimana firmanNya: (Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam perihal Al-Quran dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang sanggup mengambil pelajaran (dari firman Allah)). ( QS. Al-Baqarah 269)
7. Ilmu merupakan tanda kebaikan Allah kepada seseorang ”Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan padanya, maka Allah akan menciptakan dia paham dalam agama” (HR Bukhari dan Muslim).
8. Menuntut ilmu merupakan jalan menuju surga, ”Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR Muslim)
9. Diperbolehkannya ”hasad” kepada hebat ilmu,”Tidak hasad kecuali dalam dua hal, yaitu terhadap orang yang Allah beri harta dan ia menggunakannya dalam kebenaran dan orang yang Allah beri nasihat kemudian ia mengamalkannya dan mengajarkannya” (HR Bukhari )
10. Malaikat akan membentangkan sayap terhadap penuntut ilmu,”Sesungguhnya para malaikat benar-benar membentangkan sayapnya lantaran ridho atas apa yang dicarinya” ( HR. Ahmad dan Ibnu majah )
HUKUM MENUNTUT ILMU
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik dari Nabi SAW bersabda:”Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.”
Memahami Q.S. At-Taubah (9) : 122 dan hadits
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka perihal agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu sanggup menjaga dirinya.
Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu (alima, ya’lamu, ‘ilman) yang berarti mengerti, memahami benar-benar.
Ilmu dari segi Istilah ialah Segala pengetahuan atau kebenaran perihal sesuatu yang tiba dari Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul-rasulNya dan alam ciptaanNya termasuk insan yang mempunyai aspek lahiriah dan batiniah.
Ilmu dalam bahasa Inggris disebut science, sedangkan pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia yaitu pengetahuan perihal suatu bidang yang disusun secara bersistem berdasarkan metode-metode tertentu, yang sanggup dipakai untuk menerangkan tanda-tanda gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Adapun ciri-ciri utama ilmu berdasarkan terminologi, antara lain adalah:
1. Ilmu yaitu sebagian pengetahuan yang bersifat koheren, empiris, sistematis, sanggup diukur dan dibuktikan.
2. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menunjukan seluruh kesatuan wangsit yang mengacu ke objek yang sama dan saling berkaitan secara logis.
3. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing daypikir perorangan, lantaran ilmu sanggup memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4. Yang sering kali berkaitan dengan konsep ilmu yaitu wangsit bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti intinya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
5. Ilmu menuntut pengalaman dan berpikir metodis.
6. Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya.
ADAB MENUNTUT ILMU
Menuntut ilmu yaitu satu keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang memperlihatkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita ketahui semoga ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab- budbahasa tersebut di antaranya adalah:
1. Ikhlas lantaran Allah
Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu yaitu lantaran Allah Subhanahu wa Ta’ala dan untuk negeri akhirat. Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar semoga bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya, maka Rasulullah telah memberi peringatan perihal hal ini dalam sabdanya: "Barangsiapa yang menuntut ilmu yang pelajari hanya lantaran Allah Ta’ala sedang ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia, ia tidak akan mendapatkan wangi nirwana pada hari kiamat". (HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu Majah)
Tetapi kalau ada orang yang menyampaikan bahwa saya ingin mendapatkan syahadah (MA atau Doktor, contohnya ) bukan lantaran ingin mendapatkan dunia, tetapi lantaran sudah menjadi peraturan yang tidak tertulis kalau seseorang yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi, segala ucapannya menjadi lebih didengarkan orang dalam memberikan ilmu atau dalam mengajar. Niat ini - insya Allah - termasuk niat yang benar.
2. Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.
Semua insan pada mulanya yaitu bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan kebodohan dari diri kita, sehabis kita menjadi orang yang mempunyai ilmu kita harus mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan banyak sekali cara semoga orang lain sanggup mengambil faidah dari ilmu kita.
Apakah disyaratkan untuk memberi manfaat pada orang lain itu kita duduk dimasjid dan mengadakan satu pengajian ataukah kita memberi manfa'at pada orang lain dengan ilmu itu pada setiap saat? Jawaban yang benar yaitu yang kedua; lantaran Rasulullah bersabda: "Sampaikanlah dariku walaupun cuma satu ayat” (HR: Bukhari)
Imam Ahmad berkata: Ilmu itu tidak ada bandingannya apabila niatnya benar. Para muridnya bertanya: Bagaimanakah yang demikian itu? Beliau menjawab: ia berniat menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.
3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.
Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at. Karena kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid'ah), sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah saw. Hal ini tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang yang mempunyai ilmu yang benar, sesuai petunjuk Al-Qur'an dan As-Sunnah.
4. Lapang dada dalam mendapatkan perbedaan pendapat.
Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu mendapatkan perbedaan itu dengan nrimo selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, lantaran persoalaan aqidah yaitu kasus yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf. Berbeda dalam kasus ijtihad, perbedaan pendapat telah ada semenjak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah saw masih hidup. Karena itu jangan hingga kita menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan kita.
5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.
Termasuk budbahasa yang tepenting bagi para penuntut ilmu yaitu mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, lantaran amal yaitu buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, budbahasa maupun muamalah. Karena orang yang telah mempunyai ilmu yaitu ibarat orang mempunyai senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).
Hendaklah para penuntut ilmu mengamalkan ilmunya, baik berupa aqidah, ibadah, akhlak, budbahasa dan muamalah, lantaran hal ini yaitu merupakan hasil dan buah dari ilmu itu. Pengemban ilmu itu ibarat pembawa senjata; Bisa mempunyai kegunaan dan bisa pula mencelakakan sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Al Qur’an itu membelamu atau mencelakakanmu.” (HR. Muslim). Membelamu apabila kau amalkan dan mencelakakanmu apabila tidak kau amalkan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:32)
Karena keutamaan ilmu itulah ia semakin bertambah dengan banyaknya nafkah (diamalkan dan diajarkan) dan berkurang apabila kita saying (tidak diamalkan dan diajarkan) serta yang merusaknya yaitu al kitman (menyembunyikan ilmu). (Hiyah Tholibil Ilmi, Bakr Abu Zaid hal :72).
6. Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.
Penuntut ilmu harus selalu nrimo dalam mendapatkan perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan hingga ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar, apalagi kalau orang itu yaitu seorang ulama. Ini yaitu kasus yang sangat penting, lantaran sebagian orang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkan mereka dimata masyarakat. Ini yaitu kesalahan terbesar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 41).
7. Mencari kebenaran dan sabar.
Termasuk budbahasa yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu yaitu mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari isu warta yang hingga kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika hingga kepada kita sebuah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu perihal keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits itu yaitu shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian) dari hadits tersebut.
Hendaklah sabar dalam menuntut ilmu, tidak terputus (ditengah jalan) dan tidak pula bosan, bahkan terus menerus menuntut ilmu semampunya. Kisah perihal kesabaran salafush shalih dalam menuntut ilmu sangatlah banyak, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma bahwa dia ditanya oleh seseorang: “Dengan apa anda bisa mendapatkan ilmu?” Beliau menjawab: “Dengan lisan yang selalu bertanya dan hati yang selalu memahami serta tubuh yang tidak pernah bosan.” (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh
Utsaimin hal:40 dan 61).
Bahkan sebagian dari mereka (salafus shalih) mencicipi sakit yang menyebabkannya tidak bisa berdiri dikarenakan tertinggal satu hadits saja. Sebagaimana terjadi kepada Syu’bah bin al Hajjaj rahimahullah, ia berkata: “Ketika saya berguru hadits dan tertinggal (satu hadits) maka akupun menjadi sakit.”
Barangsiapa mengetahui keutamaan ilmu dan mencicipi kelezatannya pastilah ia selalu ingin menambah dan mengupayakannya, ia selalu lapar (ilmu) dan tidak pernah kenyang sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Ada dua kelompok insan yang selalu lapar dan tidak pernah kenyang: orang yang lapar ilmu tidak pernah kenyang dan orang yang lapar dunia tidak pernah keying pula.” (HR. Al Hakim dll dengan sanad tsabit) (Hilyah al ‘Alim al Mu’allim, Syaikh Salim al Hialaliy hal 22- 23)
Abu al ‘Aliyah rahimahullah menuturkan:”Kami mendengar riwayat (hadits) dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sedang kami berada di Basrah (Iraq), kemudian kamipun tidak puas sehingga kami berangkat ke kota Madinah semoga mendengar dari lisan mereka (para perawinya) secara langsung.” (‘Audah ila as Sunnah, Syaikh Ali Hasan al Atsariy hal 44).
8. Memegang Teguh Al Kitab dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya, yang tidak
mungkin seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:
a. Al-Qur’anul Karim; Wajib bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca, menghafal, memahami dan mengamalkannya.
b. As Sunnah As Shahihah; Ini yaitu sumber kedua syariat Islam (setelah Al Qur’an) dan penjelas al Qur’an Karim.
c. Sumber ketiga yaitu ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama lantaran mereka lebih mantap ilmunya dari anda. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :43,44, dan 45)
9. Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah dan Rasul-Nya
Termasuk budbahasa terpenting pula yaitu kasus pemahaman perihal maksud Allah
dan juga maksud Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; Karena banyak orang yang
diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an
dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah dan Rasul-Nya
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh
kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-
Nya SAW sehingga timbullah kesesatan karenanya.
Kesalahan dalam pemahaman lebih berbahaya dari pada kesalahan dikarenakan kebodohan. Seorang yang jahil (bodoh) apabila melaksanakan kesalahan dikarenakan kebodohannya ia akan segera menyadarinya dan belajar, adapun seorang yang salah dalam memahami sesuatu ia tidak akan pernah merasa salah dan bahkan selalu merasa benar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :52)
Inilah sebagian dari budbahasa yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu semoga menjadi suri tauladan yang baik dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.
DALIL TENTANG ILMU
Dalam Al-Qur'an banyak sekali dalil yang perihal keutamaan menuntut ilmu ini memperlihatkan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi umat insan semenjak lahir hingga mati. "Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman yang mempunyai ilmu
diantara kau dengan beberapa derajat". (QS.Al-Mujadallah : 11)
Dari ayat diatas jelaslah bersama-sama orang yang memeliki ilmu derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang tidak berilmu, kita sebagai kaum muslimin juga tahu bersama-sama insan diangkat sebagai kholifah dimuka bumi ini dikarena dikarenakan pengetahuannya bukan lantaran bentuknya ataupun asal kejadiannya Sementara itu dalam surat lain Allah berfirman "Katakanlah : "Samakah orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu" (QS, Az-Zumar : 9), terperinci menyuruh
insan itu untuk berfikir apakah kira-kira insan yang berilmu dengan insan yang
tidak berilmu itu sama.
Dengan demikian jelaslah bahwa Islam sangat memuliakan orang-orang yang berilmu bahkan menganggap orang yang berilmu itu sebagai penerus Rosul, apa yang disampaikannya akan menjadi penerang jalan yang lurus, amalan orang yang berilmu sama dengan amalan jihad.
Imam Al-Ghazali menyampaikan : "Allah mengangkat derajat orang-orang dengan
ilmu, kemudian mengakibatkan mereka kebaikan sebagai pemimpin dan pepberi petunjuk yang diikuti, petuntuk dalam kebaikan, jejak mereka mereka diikuti dan perbuatan mereka
diamalkan.
Para malaikat ingin menghiasi mereka dan mengusap mereka dengan sayap- sayapnya. Setiap yang berair dan yang kering bertasbih bagi mereka dan memohon ampun bagi mereka, bahkan ikan-ikan dilaut dan binatang-binatang, hewan-hewan buas dan ternak-ternak didaratan serta bintang-bintang dilangit. Karena Ilmu menghidupkan hati dan menerangi pandangan yang gelap serta menguatkan yang lemah. Dengan Ilmu hamba mencapai kedudukan orang-orang yang salih.
Rasulullah SAW, ”Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, yang mereka wariskan yaitu al-ilmu . Barang siapa yang mengambil warisan tersebut, maka ia telah mendapatkan sesuatu yang besar” ( H.R Abu Dawud dan At Tirmdzi)
Perkataan Rasulullah SAW, “ Kalian lebih tau perihal urusan dunia kalian” (H.R Muslim)
Ilmu lainnya ibarat ilmu fisika, kimia, akuntansi dst tetap mempunyai faidah jika
memenuhi batasan berikut:
- Menolong dalam ketaatan kepada Allah Azza wa jalla dan membuatkan agama islam.
- Terkadang hukumnya menjadi wajib, ketika mempelajarinya termasuk persiapan yang Allah perintahkan dalam firmannya: (dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kau sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kau menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kau tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kau nafkahkan pada jalan Allah pasti akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kau tidak akan dianiaya (dirugikan)). (QS. Al-Anfaal: 60)
KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU
Ilmu merupakan sandi terpenting dari hikmah. Sebab itu, Allah memerintahkan insan semoga mencari ilmu atau berilmu sebelum berkata dan beramal. Firman Allah: (Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Illah selain Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu serta bagi (dosa) orang-orang mukmin, pria dan perempuan. Dan Allah mengetahui daerah kau berusaha dan daerah tinggalmu). (QS. Muhammad: 19).
Ilmu sebelum berkata dan beramal. Sufyan bin Uyainah berkata: insan paling terbelakang yaitu yang membiarkan kebodohannya, insan paling pintar yaitu yang mengandalkan ilmunya, sedangkan insan paling utama yaitu yang takut kepada Allah.
Ibnu Taimiyah mengatakan: bahwa ilmu yang terpuji, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur'an dan As Sunnah, ilmu yang diwariskan para nabi. Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dirham dan dinar, tetapi mereka
mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambilnya, ia sangat beruntung”. (HR Abu
Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Ibnu Taimiyah membagi ilmu yang bermanfaat, menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu perihal Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan lain-lain, ibarat yang disebutkan yaitu Al-Qur'an surat Al-Ikhlas.
2. Ilmu perihal persoalan-persoalan masa kemudian yang dikabarkan Allah; persoalan-persoalan masa kini, dan persoalan-persoalan masa mendatang, ibarat yang dikabarkan dalam Al-Qur'an, yaitu ayat-ayat perihal kisah-kisah, janji-janji, ancaman, surga, neraka, dam sebagainya.
3. ilmu perihal perintah Allah yang bekerjasama dengan hati dan anggota badan, ibarat kepercayaan kepada Allah melalui pengenalan hati serta amaliah anggota badan. Pemahaman ini bersumber pada pengetahuan dasar-dasar kepercayaan dan kaidah-kaidah islam.
Pemahaman akan Ilmu. Banyak orang yang masih keliru memahami kasus ilmu. Mereka memahami Al-Qur'an dan As Sunnah hanya sebatas verbalitas semata, dan tidak memahami hakekat yang terkandung didalamnya. Betapa banyak orang yang hafal ayat Al- Qur'an, namun tidak memahami isinya. Perbuatan ibarat ini tentu saja bukan termasuk perbuatan orang-orang beriman, "Perumpamaan orang yang beriman membaca Al Qur'an ibarat jeruk sitrun yang baunya wangi dan rasanya manis. Perumpamaan orang beriman yang tidak membaca Al-Qur'an ibarat kurma yang tidak berbau dan rasanya manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al- Qur'an ibarat sekuntum bunga yang baunya wangi, tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur'an ibarat labu yang tidak berbau dan rasanya pahit". (HR Bukhari dan Muslim)
Ilmu dan Amal Perbuatan yang Sesuai Ilmu yang tepat yaitu ilmu yang diendapkan dalam hati, kemudian diamalkan. Inilah yang juga disebut ilmu bermanfaat, yang nerupakan sandi terpenting dari hikmah. Ilmu ini akan memperlihatkan kebaikan kepada pemiliknya, sedangkan ilmu tanpa amal akan menghujat pemiliknya pada hari kiamat. Oleh lantaran itu, Allah memperingatkan kaum beriman yang hanya bisa berbicara tetapi tidak melaksanakan apa-apa. (Hai orang-orang yang beriman, mengapa kau menyampaikan apa yang kau tidak perbuat? Amat besar kemurkaan di sisi Allah bahwa kau menyampaikan apa yang tiada kau kerjakan). (QS.Ash Shaf: 2 - 3)
Menyebarkan Ilmu; Allah juga memperingatkan kita semoga tidak meyembunyikan ilmu. Kita diperintahkan untuk memberikan ilmu yang merupakan karunia Allah itu sebatas kemampuan kita. Allah tidak memaksakan seseorang kecuali dalam batas kemampuannya. (Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan, berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, sehabis kami menerangkannya kepada insan dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang sanggup melaknati). (QS. Al Baqarah: 159).
Simak pula perkataan seorang penyair: Jika ilmu tidak kau amalkan, ia akan menjadi
bukti atasmu. Dan kau beralasan kalau kau tidak mengetahuinya. Kalau kau memperoleh ilmu Sesungguhnya, setiap perkataan seseorang akan dibenarkan olah
perbuatannya.
Ilmu mempunyai banyak keutamaan, di antaranya:
1. Ilmu yaitu amalan yang tidak terputus pahalanya sebagaimana dalam hadits: ”jika insan meninggal maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shodaqoh jariahnya, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR Bukhori dan Muslim)
2. Menjadi saksi terhadap kebenaran sebagaimana dalam firman Allah SWT: (Allah menyatakan bersama-sama tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali dia. Yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). (QS. Ali Imran 18)
3. Allah memerintahkan kepada nabinya Muhammad SAW untuk meminta ditambahkan ilmu sebagaimana dalam firman Allah, (... dan katakanlah: Ya Rabb ku, tambahkanlah kepadaku ilmu) (QS.Thahaa 114)
4. Allah mengangkat derajat orang yang berilmu. Sebagaimana firman Allah, (... Allah mengangkat orang beriman dan mempunyai ilmu diantara kalian beberapa derajat dan Allah mengetahui apa yang kau kerjakan”(QS. Mujadilah 11)
5. Orang berilmu yaitu orang yang takut Allah SWT, sebagaimana dalam firmannya: (.... sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambanya hanyalah orang-orangyang berilmu). (QS. Fathir 25).
6. Ilmu yaitu anugerah Allah yang sangat besar, sebagaimana firmanNya: (Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam perihal Al-Quran dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang sanggup mengambil pelajaran (dari firman Allah)). ( QS. Al-Baqarah 269)
7. Ilmu merupakan tanda kebaikan Allah kepada seseorang ”Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan padanya, maka Allah akan menciptakan dia paham dalam agama” (HR Bukhari dan Muslim).
8. Menuntut ilmu merupakan jalan menuju surga, ”Barang siapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR Muslim)
9. Diperbolehkannya ”hasad” kepada hebat ilmu,”Tidak hasad kecuali dalam dua hal, yaitu terhadap orang yang Allah beri harta dan ia menggunakannya dalam kebenaran dan orang yang Allah beri nasihat kemudian ia mengamalkannya dan mengajarkannya” (HR Bukhari )
10. Malaikat akan membentangkan sayap terhadap penuntut ilmu,”Sesungguhnya para malaikat benar-benar membentangkan sayapnya lantaran ridho atas apa yang dicarinya” ( HR. Ahmad dan Ibnu majah )
HUKUM MENUNTUT ILMU
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik dari Nabi SAW bersabda:”Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.”
Memahami Q.S. At-Taubah (9) : 122 dan hadits
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka perihal agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu sanggup menjaga dirinya.
0 Komentar untuk "Pai Vii Cuilan 1 Hadist Ihwal Menuntut Ilmu"