Negara Indonesia ialah negara aturan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (3) ”Negara Indonesia ialah negara hukum”.
Hal ini mengandung arti bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus didasarkan pada aturan yang berlaku.
Hukum dijadikan panglima, segala sesuatu harus atas dasar hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas aturan yang sesuai dengan sistem aturan nasional.
Sistem aturan nasional merupakan aturan yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk mewujudkan sistem aturan nasional, pasal 22 A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa ”Ketentuan lebih lanjut perihal tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.”
Untuk menjabarkan ketentuan pasal 22 A tersebut, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 perihal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Namun, materi undangundang tidak hanya mengatur perihal undang-undang saja, tetapi memuat juga peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mempunyai pengertian peraturan tertulis yang memuat norma aturan yang mengikat secara umum dan dibuat atau ditetapkan oleh forum negara atau pejabat yang berwenang melalui mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan.
Hukum mempunyai banyak sekali bentuk hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Hukum tertulis dalam kehidupan dikala ini mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi kepastian hukum.
Meskipun demikian, aturan tidak tertulis tetap diakui keberadaannya sebagai salah satu aturan yang mengikat masyarakat.
Secara formal, kalian sudah mengenal banyak sekali bentuk peraturan perundang-undangan di sekitar kalian, contohnya tata tertib sekolah, peraturan di lingkungan rumah tangga, Peraturan Daerah, Peraturan Pemerintah, Undang-Undang.
Hal ini mengandung arti bahwa kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus didasarkan pada aturan yang berlaku.
Hukum dijadikan panglima, segala sesuatu harus atas dasar hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas aturan yang sesuai dengan sistem aturan nasional.
Sistem aturan nasional merupakan aturan yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk mewujudkan sistem aturan nasional, pasal 22 A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa ”Ketentuan lebih lanjut perihal tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.”
Untuk menjabarkan ketentuan pasal 22 A tersebut, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 perihal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Namun, materi undangundang tidak hanya mengatur perihal undang-undang saja, tetapi memuat juga peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mempunyai pengertian peraturan tertulis yang memuat norma aturan yang mengikat secara umum dan dibuat atau ditetapkan oleh forum negara atau pejabat yang berwenang melalui mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan.
Hukum mempunyai banyak sekali bentuk hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Hukum tertulis dalam kehidupan dikala ini mempunyai kedudukan yang sangat penting bagi kepastian hukum.
Meskipun demikian, aturan tidak tertulis tetap diakui keberadaannya sebagai salah satu aturan yang mengikat masyarakat.
Secara formal, kalian sudah mengenal banyak sekali bentuk peraturan perundang-undangan di sekitar kalian, contohnya tata tertib sekolah, peraturan di lingkungan rumah tangga, Peraturan Daerah, Peraturan Pemerintah, Undang-Undang.
Tata urutan peraturan perundang-undangan mengandung makna bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku mempunyai hierarki atau tingkatan.
Peraturan yang satu mempunyai kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan peraturan yang lain. Tata urutan ini perlu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau asas umum yang berlaku dalam hukum, yaitu sebagai berikut.
Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia sesuai pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 perihal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
Peraturan yang satu mempunyai kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan peraturan yang lain. Tata urutan ini perlu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau asas umum yang berlaku dalam hukum, yaitu sebagai berikut.
- Dasar peraturan perundang-undangan selalu peraturan perundang-undangan.
- Hanya peraturan perundang-undangan tertentu saja yang sanggup dijadikan landasan yuridis.
- Peraturan perundang-undangan yang masih berlaku hanya sanggup dihapus, dicabut, atau diubah oleh peraturan perundang-undangan yang sederajat atau lebih tinggi.
- Peraturan perundang-undangan yang gres mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lama.
- Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
- Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.
- Setiap jenis peraturan perundang-undangan mempunyai materi yang berbeda.
Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia sesuai pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 perihal Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
- Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
- Peraturan Pemerintah (PP)
- Peraturan Presiden (Perpres)
- Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi)
- Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Perda Kabupaten/Kota)
Asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ditegaskan dalam pasal 5 dan penjelasannya, yaitu sebagai berikut.
a. Kejelasan tujuan ialah bahwa setiap pembentukan peraturan perundangundangan harus mempunyai tujuan yang terang yang hendak dicapai.
b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang sempurna ialah setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh forum negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut sanggup dibatalkan atau batal demi aturan apabila dibuat oleh forum yang tidak berwenang.
c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan ialah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, pembuat harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang sempurna sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.
d. Dapat dilaksanakan ialah bahwa setiap pembentukan peraturan perundangundangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan ialah bahwa setiap peraturan perundang permintaan dibuat alasannya ialah memang benar-benar diperlukan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f. Kejelasan rumusan ialah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa aturan yang terang dan gampang dimengerti sehingga tidak menjadikan banyak sekali macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Keterbukaan ialah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan/penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk menunjukkan masukan dalam pembentukan.
Selanjutnya, ditegaskan dalam Ppasal 6 bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas sebagai berikut.
a. Pengayoman ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi menunjukkan pertolongan untuk membuat ketenteraman masyarakat.
b. Kemanusiaan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan pertolongan dan penghormatan hak asasi insan serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c. Kebangsaan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan tabiat bangsa Indonesia yang beragam dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Kekeluargaan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Kenusantaraan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di kawasan merupakan bab dari sistem aturan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
f. Bhinneka Tunggal Ika ialah bahwa materi muatan peraturan perundangundangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus kawasan serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
h. Kesamaan kedudukan dalam aturan dan pemerintahan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain: agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i. Ketertiban dan kepastian aturan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus sanggup mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu, masyarakat, serta kepentingan bangsa dan negara.
a. Kejelasan tujuan ialah bahwa setiap pembentukan peraturan perundangundangan harus mempunyai tujuan yang terang yang hendak dicapai.
b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang sempurna ialah setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh forum negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut sanggup dibatalkan atau batal demi aturan apabila dibuat oleh forum yang tidak berwenang.
c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan ialah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, pembuat harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang sempurna sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.
d. Dapat dilaksanakan ialah bahwa setiap pembentukan peraturan perundangundangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan ialah bahwa setiap peraturan perundang permintaan dibuat alasannya ialah memang benar-benar diperlukan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f. Kejelasan rumusan ialah bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa aturan yang terang dan gampang dimengerti sehingga tidak menjadikan banyak sekali macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Keterbukaan ialah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan/penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk menunjukkan masukan dalam pembentukan.
Selanjutnya, ditegaskan dalam Ppasal 6 bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas sebagai berikut.
a. Pengayoman ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi menunjukkan pertolongan untuk membuat ketenteraman masyarakat.
b. Kemanusiaan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan pertolongan dan penghormatan hak asasi insan serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c. Kebangsaan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan tabiat bangsa Indonesia yang beragam dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Kekeluargaan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Kenusantaraan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundangundangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di kawasan merupakan bab dari sistem aturan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
f. Bhinneka Tunggal Ika ialah bahwa materi muatan peraturan perundangundangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus kawasan serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
h. Kesamaan kedudukan dalam aturan dan pemerintahan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain: agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i. Ketertiban dan kepastian aturan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus sanggup mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan ialah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu, masyarakat, serta kepentingan bangsa dan negara.
Peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan dalam tata urutan perundangundangan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 di atas, secara lebih terang sebagai berikut.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan aturan dasar dalam peraturan perundangan-undangan.
Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar mengikat setiap warga negara dan berisi norma dan ketentuan yang harus ditaati.
Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber aturan bagi peraturan perundang-undangan, dan merupakan aturan tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Secara historis, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.
Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan memutuskan Undang-Undang Dasar sesuai amanat pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali perubahan.
Perubahan ini dilakukan sebagai balasan atas tuntutan reformasi dalam sistem pemerintahan di Indonesia.
Tata cara perubahan Undang-Undang Dasar ditegaskan dalam pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara singkat sebagai berikut.
a. Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR dan disampaikan secara tertulis yang memuat bab yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
b. Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
c. Putusan untuk mengubah disetujui oleh sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari anggota MPR.
d. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak sanggup dilakukan perubahan.
Perlu juga kalian pahami bahwa dalam perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat beberapa kesepakatan dasar, yaitu sebagai berikut.
a. Tidak mengubah Pembukaaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
d. Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal bersifat normatif (hukum) akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal.
e. Melakukan perubahan dengan cara adendum, artinya menambah pasal perubahan tanpa menghilangkan pasal sebelumnya. Tujuan perubahan bersifat adendum untuk kepentingan bukti sejarah.
Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar mengikat setiap warga negara dan berisi norma dan ketentuan yang harus ditaati.
Sebagai aturan dasar, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber aturan bagi peraturan perundang-undangan, dan merupakan aturan tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Secara historis, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.
Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan memutuskan Undang-Undang Dasar sesuai amanat pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali perubahan.
Perubahan ini dilakukan sebagai balasan atas tuntutan reformasi dalam sistem pemerintahan di Indonesia.
Tata cara perubahan Undang-Undang Dasar ditegaskan dalam pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara singkat sebagai berikut.
a. Usul perubahan pasal-pasal diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR dan disampaikan secara tertulis yang memuat bab yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
b. Sidang MPR untuk mengubah pasal-pasal dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR.
c. Putusan untuk mengubah disetujui oleh sekurang-kurangnya 50% ditambah satu dari anggota MPR.
d. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak sanggup dilakukan perubahan.
Perlu juga kalian pahami bahwa dalam perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat beberapa kesepakatan dasar, yaitu sebagai berikut.
a. Tidak mengubah Pembukaaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
d. Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal bersifat normatif (hukum) akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal.
e. Melakukan perubahan dengan cara adendum, artinya menambah pasal perubahan tanpa menghilangkan pasal sebelumnya. Tujuan perubahan bersifat adendum untuk kepentingan bukti sejarah.
Rakyat Ketika MPRS dan MPR masih berkedudukan sebagai forum tertinggi negara salah satu produk aturan MPR ialah Ketetapan MPR.
Ketetapan MPR ialah putusan majelis yang mempunyai kekuatan aturan mengikat ke dalam dan ke luar majelis. Mengikat ke dalam berarti mengikat kepada seluruh anggota majelis. Mengikat ke luar berarti setiap warga negara, forum masyarakat dan forum negara terikat oleh Ketetapan MPR.
Adapun yang dimaksud dengan ”Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 ialah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 perihal Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 hingga dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.
Pasal 2 Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 menegaskan bahwa beberapa ketetapan MPRS dan MPR yang masih berlaku dengan ketentuan ialah sebagai berikut.
a. Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 perihal Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI bagi PKI, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarluaskan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
b. Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 perihal Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi.
c. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999 perihal Penentuan Pendapat di Timor Timur.
Pasal 4 Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 mengatur ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku hingga dengan terbentuknya undang-undang, yaitu sebagai berikut.
a. Ketetapan MPRS RI Nomor XXIX/MPRS/1966 perihal Pengangkatan Pahlawan Ampera.
b. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 perihal Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
c. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 perihal Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan; Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Nkri.
d. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 perihal Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Ketetapan ini dikala ini sudah tidak berlaku alasannya ialah sudah ditetapkan undang-undang yang mengatur perihal hal ini.
e. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000 perihal Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. f. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 perihal Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Polri.
g. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 perihal Peran Tentara Nasional Indonesia dan Polri. h. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 perihal Etika Kehidupan Berbangsa. i. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2001 perihal Visi Indonesia Masa Depan.
j. Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2001 perihal Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN.
k. Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 perihal Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Ketetapan MPR ialah putusan majelis yang mempunyai kekuatan aturan mengikat ke dalam dan ke luar majelis. Mengikat ke dalam berarti mengikat kepada seluruh anggota majelis. Mengikat ke luar berarti setiap warga negara, forum masyarakat dan forum negara terikat oleh Ketetapan MPR.
Adapun yang dimaksud dengan ”Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat” dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 ialah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 perihal Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1960 hingga dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.
Pasal 2 Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 menegaskan bahwa beberapa ketetapan MPRS dan MPR yang masih berlaku dengan ketentuan ialah sebagai berikut.
a. Ketetapan MPRS RI Nomor XXV/MPRS/1966 perihal Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI bagi PKI, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarluaskan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
b. Ketetapan MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 perihal Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi.
c. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/1999 perihal Penentuan Pendapat di Timor Timur.
Pasal 4 Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 mengatur ketetapan MPRS/MPR yang dinyatakan tetap berlaku hingga dengan terbentuknya undang-undang, yaitu sebagai berikut.
a. Ketetapan MPRS RI Nomor XXIX/MPRS/1966 perihal Pengangkatan Pahlawan Ampera.
b. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 perihal Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
c. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 perihal Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan; Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Nkri.
d. Ketetapan MPR RI Nomor III/MPR/2000 perihal Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Ketetapan ini dikala ini sudah tidak berlaku alasannya ialah sudah ditetapkan undang-undang yang mengatur perihal hal ini.
e. Ketetapan MPR RI Nomor V/MPR/2000 perihal Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. f. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 perihal Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Polri.
g. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2000 perihal Peran Tentara Nasional Indonesia dan Polri. h. Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001 perihal Etika Kehidupan Berbangsa. i. Ketetapan MPR RI Nomor VII/MPR/2001 perihal Visi Indonesia Masa Depan.
j. Ketetapan MPR RI Nomor VIII/MPR/2001 perihal Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan KKN.
k. Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 perihal Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Undang-Undang ialah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat dengan persetujuan bersama presiden.
Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang ialah peraturan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang mempunyai kedudukan yang sederajat.
dewan perwakilan rakyat merupakan forum negara yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang, berdasarkan pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, kekuasaan ini harus dengan persetujuan presiden. Suatu rancangan undang-undang sanggup diusulkan oleh dewan perwakilan rakyat atau presiden.
Dewan Perwakilan Daerah juga sanggup mengusulkan rancangan undang-undang tertentu kepada DPR. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh dewan perwakilan rakyat sebagai berikut.
a. dewan perwakilan rakyat mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden.
b. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
c. Apabila disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat dan presiden, selanjutnya rancangan undangundang disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPD sebagai berikut.
a. DPD mengajukan usul rancangan undang-undang kepada dewan perwakilan rakyat secara tertulis.
b. dewan perwakilan rakyat membahas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.
c. dewan perwakilan rakyat mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
d. Apabila disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat dan presiden, selanjutnya rancangan undang-undang disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
Di samping undang-undang, ada peraturan perundang-undangan yang setara kedudukannya dengan undang-undang, yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) ialah peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh presiden alasannya ialah keadaan genting dan memaksa.
Dengan kata lain, diterbitkannya Perppu kalau keadaan dipandang darurat dan perlu payung aturan untuk melaksanakan suatu kebijakan pemerintah.
Perppu diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 22 ayat (1, 2, dan 3) yang memuat ketentuan sebagai berikut.
a. Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
b. Perppu harus menerima persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam masa persidangan berikutnya.
c. Apabila Perppu tidak menerima persetujuan DPR, maka Perppu harus dicabut.
d. Apabila Perppu menerima persetujuan DPR, Perppu ditetapkan menjadi undangundang.
Contoh Perppu yang dijadikan undang-undang, antara lain Perppu No. 1 Tahun 1999 perihal Pengadilan Hak Asasi Manusia. Perppu tersebut kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 perihal Pengadilan Hak Asasi ManusiaPembahasan
Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang ialah peraturan yang ditetapkan oleh presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang mempunyai kedudukan yang sederajat.
dewan perwakilan rakyat merupakan forum negara yang memegang kekuasaan membentuk undang-undang, berdasarkan pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Namun, kekuasaan ini harus dengan persetujuan presiden. Suatu rancangan undang-undang sanggup diusulkan oleh dewan perwakilan rakyat atau presiden.
Dewan Perwakilan Daerah juga sanggup mengusulkan rancangan undang-undang tertentu kepada DPR. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh dewan perwakilan rakyat sebagai berikut.
a. dewan perwakilan rakyat mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden.
b. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
c. Apabila disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat dan presiden, selanjutnya rancangan undangundang disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPD sebagai berikut.
a. DPD mengajukan usul rancangan undang-undang kepada dewan perwakilan rakyat secara tertulis.
b. dewan perwakilan rakyat membahas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.
c. dewan perwakilan rakyat mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden. Presiden menugasi menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
d. Apabila disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat dan presiden, selanjutnya rancangan undang-undang disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
Di samping undang-undang, ada peraturan perundang-undangan yang setara kedudukannya dengan undang-undang, yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) ialah peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh presiden alasannya ialah keadaan genting dan memaksa.
Dengan kata lain, diterbitkannya Perppu kalau keadaan dipandang darurat dan perlu payung aturan untuk melaksanakan suatu kebijakan pemerintah.
Perppu diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 22 ayat (1, 2, dan 3) yang memuat ketentuan sebagai berikut.
a. Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.
b. Perppu harus menerima persetujuan dewan perwakilan rakyat dalam masa persidangan berikutnya.
c. Apabila Perppu tidak menerima persetujuan DPR, maka Perppu harus dicabut.
d. Apabila Perppu menerima persetujuan DPR, Perppu ditetapkan menjadi undangundang.
Contoh Perppu yang dijadikan undang-undang, antara lain Perppu No. 1 Tahun 1999 perihal Pengadilan Hak Asasi Manusia. Perppu tersebut kemudian ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 perihal Pengadilan Hak Asasi ManusiaPembahasan
Peraturan pemerintah ialah peraturan perundangan-undangan yang ditetapkan oleh presiden untuk melaksanakan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 5 ayat (2).
Peraturan pemerintah ditetapkan oleh presiden sebagai pelaksana kepala pemerintahan. Contoh dari peraturan pemerintah ialah PP No. 32 Tahun 2013 perihal Perubahan Atas PP No. 19 Tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan untuk Melaksanakan UU Nomor 20 Tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional.
Tahapan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai berikut.
a. Tahap perencanaan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) disiapkan oleh kementerian dan/atau forum pemerintah bukan kementerian sesuai dengan bidang tugasnya.
b. Tahap penyusunan rancangan PP, dengan membentuk panitia antarkementerian dan/atau forum pemerintah bukan kementerian.
c. Tahap penetapan dan pengundangan PP ditetapkan oleh presiden (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945) kemudian diundangkan oleh Sekretaris Negara
Peraturan pemerintah ditetapkan oleh presiden sebagai pelaksana kepala pemerintahan. Contoh dari peraturan pemerintah ialah PP No. 32 Tahun 2013 perihal Perubahan Atas PP No. 19 Tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan untuk Melaksanakan UU Nomor 20 Tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional.
Tahapan penyusunan Peraturan Pemerintah sebagai berikut.
a. Tahap perencanaan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) disiapkan oleh kementerian dan/atau forum pemerintah bukan kementerian sesuai dengan bidang tugasnya.
b. Tahap penyusunan rancangan PP, dengan membentuk panitia antarkementerian dan/atau forum pemerintah bukan kementerian.
c. Tahap penetapan dan pengundangan PP ditetapkan oleh presiden (Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945) kemudian diundangkan oleh Sekretaris Negara
Peraturan Presiden ialah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Proses penyusunan Peraturan Presiden ditegaskan dalam pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu sebagai berikut.
a. Pembentukan panitia antarkementerian dan/atau forum pemerintah nonkementerian oleh pengusul.
b. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
c. Pengesahan dan penetapan oleh presiden.
Proses penyusunan Peraturan Presiden ditegaskan dalam pasal 55 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu sebagai berikut.
a. Pembentukan panitia antarkementerian dan/atau forum pemerintah nonkementerian oleh pengusul.
b. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
c. Pengesahan dan penetapan oleh presiden.
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi ialah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh DPRD provinsi dengan persetujuan bersama gubernur.
Peraturan Daerah dibuat dengan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Perda juga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Pemerintah Pusat sanggup membatalkan Perda yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Proses penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut.
a. Rancangan Perda Provinsi sanggup diusulkan oleh DPRD Provinsi atau Gubernur.
b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi, proses penyusunan ialah sebagai berikut.
1) DPRD Provinsi mengajukan rancangan Peraturan Daerah kepada gubernur secara tertulis.
2) DPRD Provinsi bersama gubernur membahas Rancangan Peraturan Daerah Provinsi.
3) Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.
c. Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur, proses penyusunan ialah sebagai berikut.
1) Gubernur mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD Provinsi secara tertulis
2) DPRD Provinsi bersama gubernur membahas Rancangan Perda Provinsi
3) Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi
Peraturan Daerah dibuat dengan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Perda juga dibuat dalam rangka melaksanakan kebutuhan daerah. Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
Pemerintah Pusat sanggup membatalkan Perda yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Proses penyusunan Peraturan Daerah Provinsi sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut.
a. Rancangan Perda Provinsi sanggup diusulkan oleh DPRD Provinsi atau Gubernur.
b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Provinsi, proses penyusunan ialah sebagai berikut.
1) DPRD Provinsi mengajukan rancangan Peraturan Daerah kepada gubernur secara tertulis.
2) DPRD Provinsi bersama gubernur membahas Rancangan Peraturan Daerah Provinsi.
3) Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi.
c. Apabila rancangan diusulkan oleh Gubernur, proses penyusunan ialah sebagai berikut.
1) Gubernur mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD Provinsi secara tertulis
2) DPRD Provinsi bersama gubernur membahas Rancangan Perda Provinsi
3) Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh gubernur menjadi Perda Provinsi
Kabupaten/Kota ialah peraturan perundangundangan yang dibuat oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama bupati/walikota.
Perda dibuat sesuai dengan kebutuhan kawasan yang bersangkutan sehingga peraturan kawasan sanggup berbeda-beda antara satu kawasan dan kawasan yang lainnya.
Proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut. Sumber: Dok. Kemdikbud Gambar 3.5 Contoh Perda Kota Bandung
a. Rancangan Perda Kabupaten/Kota sanggup diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota atau bupati/walikota.
b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota, proses penyusunan ialah sebagai berikut.
1) DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan Peraturan Daerah kepada bupati/walikota secara tertulis
2) DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/ walikota membahas Rancangan Perda Kabupaten/Kota.
3) Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh bupati/ walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota. Apabila rancangan diusulkan oleh bupati/walikota, proses penyusunan ialah sebagai berikut. 1) Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD Kabupaten/Kota secara tertulis. 2) DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/walikota membahas Rancangan Perda Kabupaten/Kota. 3) Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh bupati/walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
Perda dibuat sesuai dengan kebutuhan kawasan yang bersangkutan sehingga peraturan kawasan sanggup berbeda-beda antara satu kawasan dan kawasan yang lainnya.
Proses penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai berikut. Sumber: Dok. Kemdikbud Gambar 3.5 Contoh Perda Kota Bandung
a. Rancangan Perda Kabupaten/Kota sanggup diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota atau bupati/walikota.
b. Apabila rancangan diusulkan oleh DPRD Kabupaten/Kota, proses penyusunan ialah sebagai berikut.
1) DPRD Kabupaten/Kota mengajukan rancangan Peraturan Daerah kepada bupati/walikota secara tertulis
2) DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/ walikota membahas Rancangan Perda Kabupaten/Kota.
3) Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh bupati/ walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota. Apabila rancangan diusulkan oleh bupati/walikota, proses penyusunan ialah sebagai berikut. 1) Bupati/Walikota mengajukan Rancangan Perda kepada DPRD Kabupaten/Kota secara tertulis. 2) DPRD Kabupaten/Kota bersama bupati/walikota membahas Rancangan Perda Kabupaten/Kota. 3) Apabila memperoleh persetujuan bersama, Rancangan Perda disahkan oleh bupati/walikota menjadi Perda Kabupaten/Kota.
Kepatuhan berarti sikap taat atau siap sedia melaksanakan aturan. Bersikap patuh akan membentuk sikap disiplin.
Banyak manfaat yang sanggup diperoleh apabila seseorang terbiasa hidup taat pada aturan, di antaranya ialah kepatuhan lebih menguntungkan daripada melanggar aturan.
Contohnya, orang melanggar kemudian lintas akan dikenakan denda sekian rupiah.
Orang yang berpola hidup sehat akan terhindar dari penyakit. Orang yang tidak mengonsumsi narkoba akan mempunyai badan yang berpengaruh dan berpikiran sehat.
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan nasional berkaitan dengan terbentuknya kesadaran aturan setiap warga negara. Kesadaran aturan warga negara sanggup diukur dari beberapa indikator berikut:
a. Pengetahuan Hukum Pengetahuan aturan mencakup pengetahuan perihal perbuatan-perbuatan yang dihentikan hukum, ibarat penganiayaan, penipuan, penggelapan. Selain itu, juga pengetahuan perihal perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan oleh hukum, ibarat jual-beli, sewa-menyewa, dan perjanjian.
b. Pemahaman Kaidah-Kaidah Hukum Pemahaman terhadap kaidah aturan ditandai dengan menghayati isi aturan yang berlaku ibarat memahami tujuan aturan yang mewujudkan ketertiban dan keamanan bersama.
c. Sikap terhadap Norma-Norma Hukum Perilaku ini ditunjukkan dalam bentuk evaluasi terhadap norma-norma aturan berupa nilai baik dan jelek terhadap kaidah-kaidah (aturan-aturan) hukum. Misalnya, pencurian termasuk dalam perbuatan tercela alasannya ialah merugikan orang lain.
d. Perilaku Hukum Perilaku aturan ditunjukkan dengan perbuatan menaati aturan-aturan aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai warga negara yang baik, salah satu kewajibannya ialah mematuhi aturan perundang-undangan. Perilaku menaati peraturan perundang-undangan merupakan kewajiban setiap warga negara, tidak terkecuali para pelajar.
Perilaku menaati undang-undang yang wajib dilaksanakan oleh semua orang di antaranya ialah sebagai berikut.
a. Memiliki sertifikat kelahiran.
b. Mematuhi aturan berlalu lintas.
c. Menyukseskan wajib berguru pendidikan dasar.
d. Tidak melaksanakan tindakan yang melawan hukum
1. Membiasakan Perilaku Tertib Berlalu-lintas Tertib dalam kemudian lintas bukan hanya kewajiban masyarakat perkotaan.
Di pedesaan atau di jalan raya yang tidak banyak kendaraan bermotor pun, tertib kemudian lintas harus dijalankan.
Peraturan Lalu Lintas diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009. Pengendara kendaraan bermotor tentunya harus mempunyai Surat Izin Mengemudi (SIM).
Siswa Sekolah Menengah Pertama tidak sanggup mempunyai SIM alasannya ialah untuk mempunyai SIM, minimal berusia 17 tahun.
Laporan kemudian lintas setiap tahun selalu mencatat kecelakaan kemudian lintas di Indonesia sangat tinggi. Anak-anak usia sekolah di Indonesia banyak yang mengalami kecelakaan dan meninggal akhir melanggar aturan mengendarai kendaraan bermotor.
Data kecelakaan kemudian lintas tersebut seharusnya menyadarkan kita semua bahwa pelajar Sekolah Menengah Pertama dihentikan mengendarai kendaraan bermotor alasannya ialah merupakan pelanggaran dan mengundang terjadinya kecelakaan.
Banyak manfaat yang sanggup diperoleh apabila seseorang terbiasa hidup taat pada aturan, di antaranya ialah kepatuhan lebih menguntungkan daripada melanggar aturan.
Contohnya, orang melanggar kemudian lintas akan dikenakan denda sekian rupiah.
Orang yang berpola hidup sehat akan terhindar dari penyakit. Orang yang tidak mengonsumsi narkoba akan mempunyai badan yang berpengaruh dan berpikiran sehat.
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan nasional berkaitan dengan terbentuknya kesadaran aturan setiap warga negara. Kesadaran aturan warga negara sanggup diukur dari beberapa indikator berikut:
a. Pengetahuan Hukum Pengetahuan aturan mencakup pengetahuan perihal perbuatan-perbuatan yang dihentikan hukum, ibarat penganiayaan, penipuan, penggelapan. Selain itu, juga pengetahuan perihal perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan oleh hukum, ibarat jual-beli, sewa-menyewa, dan perjanjian.
b. Pemahaman Kaidah-Kaidah Hukum Pemahaman terhadap kaidah aturan ditandai dengan menghayati isi aturan yang berlaku ibarat memahami tujuan aturan yang mewujudkan ketertiban dan keamanan bersama.
c. Sikap terhadap Norma-Norma Hukum Perilaku ini ditunjukkan dalam bentuk evaluasi terhadap norma-norma aturan berupa nilai baik dan jelek terhadap kaidah-kaidah (aturan-aturan) hukum. Misalnya, pencurian termasuk dalam perbuatan tercela alasannya ialah merugikan orang lain.
d. Perilaku Hukum Perilaku aturan ditunjukkan dengan perbuatan menaati aturan-aturan aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai warga negara yang baik, salah satu kewajibannya ialah mematuhi aturan perundang-undangan. Perilaku menaati peraturan perundang-undangan merupakan kewajiban setiap warga negara, tidak terkecuali para pelajar.
Perilaku menaati undang-undang yang wajib dilaksanakan oleh semua orang di antaranya ialah sebagai berikut.
a. Memiliki sertifikat kelahiran.
b. Mematuhi aturan berlalu lintas.
c. Menyukseskan wajib berguru pendidikan dasar.
d. Tidak melaksanakan tindakan yang melawan hukum
1. Membiasakan Perilaku Tertib Berlalu-lintas Tertib dalam kemudian lintas bukan hanya kewajiban masyarakat perkotaan.
Di pedesaan atau di jalan raya yang tidak banyak kendaraan bermotor pun, tertib kemudian lintas harus dijalankan.
Peraturan Lalu Lintas diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009. Pengendara kendaraan bermotor tentunya harus mempunyai Surat Izin Mengemudi (SIM).
Siswa Sekolah Menengah Pertama tidak sanggup mempunyai SIM alasannya ialah untuk mempunyai SIM, minimal berusia 17 tahun.
Laporan kemudian lintas setiap tahun selalu mencatat kecelakaan kemudian lintas di Indonesia sangat tinggi. Anak-anak usia sekolah di Indonesia banyak yang mengalami kecelakaan dan meninggal akhir melanggar aturan mengendarai kendaraan bermotor.
Data kecelakaan kemudian lintas tersebut seharusnya menyadarkan kita semua bahwa pelajar Sekolah Menengah Pertama dihentikan mengendarai kendaraan bermotor alasannya ialah merupakan pelanggaran dan mengundang terjadinya kecelakaan.
0 Komentar untuk "Pkn Viii Kepingan 3 Memaknai Peraturan Perundang-Undangan"