Sehari sehabis Proklamasi Kemerdekaan tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia segera mengadakan Sidang. pada sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945 ini telah terjadi akad dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yangberagama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut aliran kebatinan, yang lalu diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh- tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".
Untuk pengakuan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat sehabis Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bab Timur yang menemuinya.
Intinya, rakyat Indonesia bab Timur mengusulkan semoga pada alinea keempat preambul, dibelakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus.
Jika tidak maka rakyat Indonesia bab Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang gres saja diproklamasikan.
Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, dengan dalih demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil akad dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut.
Hasil perubahan yang lalu disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang badan Undang- Undang Dasar 1945", Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan” .
Kedua, anak kalimat "Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Ketiga, kalimat yang menyebutkan “ Presiden ialah orang Indonesia orisinil dan beragama Islam ” , ibarat tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “ dan beragama Islam” . Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “ Negara menurut atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya ” diganti menjadi berbunyi: “Negara menurut atas Ketuhanan Yang Maha Esa ” .
Suasana permufakatan dan kekeluargaan, serta kesederhanaan juga
muncul pada ketika pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. Risalah sidang PPKI mencatat sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995 :445-446)
Anggota OTTO ISKANDARDINATA :
...."Berhubung dengan keadaan waktu saya harap supaya pemilihan Presiden ini diselenggarakan dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yaitu Bung Karno sendiri. (Tepuk tangan)"
Ketua SOEKARNO :
...."Tuan-tuan banyak terima kasih atas kepercayaan Tuan-tuan dan dengan ini saya dipilih oleh Tuan-tuan sekalian dengan suara bulat menjadi Presiden Republik Indonesia. (Tepuk tangan). (Semua anggota bangun dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan ”Hidup Bung Karno ” 3x)"
Anggota OTTO ISKANDARDINATA :
..."Pun untuk menentukan Wakil Kepala Negara Indonesia saya usulkan cara yang gres ini dijalankan. Dan saya usulkan Bung Hatta menjadi Wakil Kepala Negara Indonesia. (Tepuk tangan) (Semua anggota bangun dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan ”Hidup Bung Hatta” 3x)"
Adapun keputusan penting hasil sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945 ialah sebagai berikut:
Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan oleh PPKI merupakan Rancangan Undang-Undang dasar hasil karya BPUPKI sehabis mengalami perubahan dan penyempurnaan. Beberapa perubahan yang terjadi pada Rancangan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut antara lain:
1. Hukum dasar diganti dengan Undang-undang dasar
2. Kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya ....’ diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
3. Menambahan Rancangan Undang-Undang Dasar 1945.
Tambahan tersebut adalah:
Bab XVI pasal 37 wacana perubahan UUD
Aturan Peralihan pasal I – IV
Aturan Tambahan ayat 1 dan 2
Untuk pengakuan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat sehabis Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bab Timur yang menemuinya.
Intinya, rakyat Indonesia bab Timur mengusulkan semoga pada alinea keempat preambul, dibelakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus.
Jika tidak maka rakyat Indonesia bab Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang gres saja diproklamasikan.
Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, dengan dalih demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil akad dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut.
Hasil perubahan yang lalu disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang badan Undang- Undang Dasar 1945", Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan” .
Kedua, anak kalimat "Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Ketiga, kalimat yang menyebutkan “ Presiden ialah orang Indonesia orisinil dan beragama Islam ” , ibarat tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “ dan beragama Islam” . Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “ Negara menurut atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya ” diganti menjadi berbunyi: “Negara menurut atas Ketuhanan Yang Maha Esa ” .
Suasana permufakatan dan kekeluargaan, serta kesederhanaan juga
muncul pada ketika pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. Risalah sidang PPKI mencatat sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995 :445-446)
Anggota OTTO ISKANDARDINATA :
...."Berhubung dengan keadaan waktu saya harap supaya pemilihan Presiden ini diselenggarakan dengan aklamasi dan saya majukan sebagai calon, yaitu Bung Karno sendiri. (Tepuk tangan)"
Ketua SOEKARNO :
...."Tuan-tuan banyak terima kasih atas kepercayaan Tuan-tuan dan dengan ini saya dipilih oleh Tuan-tuan sekalian dengan suara bulat menjadi Presiden Republik Indonesia. (Tepuk tangan). (Semua anggota bangun dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan ”Hidup Bung Karno ” 3x)"
Anggota OTTO ISKANDARDINATA :
..."Pun untuk menentukan Wakil Kepala Negara Indonesia saya usulkan cara yang gres ini dijalankan. Dan saya usulkan Bung Hatta menjadi Wakil Kepala Negara Indonesia. (Tepuk tangan) (Semua anggota bangun dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan ”Hidup Bung Hatta” 3x)"
Adapun keputusan penting hasil sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945 ialah sebagai berikut:
- Menetapkan dan mengesahakan Undang-Undang Dasar 1945
- Memilih Ir Soekarno sebagai presiden dan Drs. Muh. Hatta sebagai wakil presiden
- Sebelum terbentuk MPR, pekerjaan presiden sehari-hari dibantu oleh Komite Nasional Indonesisa Pusat.
Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan oleh PPKI merupakan Rancangan Undang-Undang dasar hasil karya BPUPKI sehabis mengalami perubahan dan penyempurnaan. Beberapa perubahan yang terjadi pada Rancangan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut antara lain:
1. Hukum dasar diganti dengan Undang-undang dasar
2. Kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya ....’ diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
3. Menambahan Rancangan Undang-Undang Dasar 1945.
Tambahan tersebut adalah:
Bab XVI pasal 37 wacana perubahan UUD
Aturan Peralihan pasal I – IV
Aturan Tambahan ayat 1 dan 2
0 Komentar untuk "Bagaimana Proses Pengakuan Uud 1945?"