Bagaimana Proses Perumusan Uud 1945?

Penjajahan Belanda ini berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret . Sejak ketika itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang.

Namun Jepang tidak terlalu usang menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah di dalam melawan tentara Sekutu.

Untuk menarik simpati bangsa Indonesia supaya bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memperlihatkan komitmen kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944.

Karena Jepang terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memperlihatkan komitmen kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu juanji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Ganseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura) No. 23.

Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Tugas tubuh ini yakni mengusut dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk sanggup dipertimbangkan.

BPUPKI resmi dibuat pada tanggal 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito.

Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio(orang Jepang).

Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo.

BPUPKI sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang anggota aktif yakni tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua tempat dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa yakni perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak memiliki hak bunyi (keanggotaan mereka yakni pasif, yang artinya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).

Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu yakni sebagai berikut :

Persidangan Resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945

Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara peresmian dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam forum "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda" pada masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutanGedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta.

Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan gres dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung hingga dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "IndonesiaMerdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.

Upacara peresmian dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.

Sebelumnya jadwal sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), kemudian jadwal sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, lantaran UUD yakni merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka jadwal program dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini yakni mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasionalIndonesia, yang mengajukan pendapatnya perihal dasar negara Republik Indonesia itu yakni sebagai berikut :

Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “ 1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat ” .

Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial ” .

Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Pancasila", yaitu: “ 1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa ” .

Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih berdasarkan beliau bilamana diharapkan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini sanggup diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “ 1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan ” .

Bahkan masih berdasarkan Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila: “ Gotong-Royong ” , ini yakni merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut yakni berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya.

Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, sehabis itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih.

Masa antara Sidang Resmi Pertama dan Sidang Resmi Kedua

Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya yakni menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat hingga dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
Ir. Soekarno
Ki Bagus Hadikusumo
K.H. Wachid Hasjim
Mr. Muh. Yamin
M. Sutardjo Kartohadikusumo
Mr. A.A. Maramis
R. Otto Iskandar Dinata
Drs. Muh. Hatta


Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat adonan antara Panitia Kecil dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
Ir. Soekarno
Drs. Muh. Hatta
Mr. A.A. Maramis
K.H. Wachid Hasyim
Abdul Kahar Muzakkir
Abikusno Tjokrosujoso
H. Agus Salim
Mr. Ahmad Subardjo
Mr. Muh. Yamin

Panitia kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”  yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement  Agreement".

Adapun bunyi lengkapnya “Piagam Jakarta” yakni sebagai berikut:
Mukaddimah
          Bahwa bahwasanya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh lantaran itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, lantaran tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan
          Dan usaha pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada ketika yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
          Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
          Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melakukan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, berdasarkan dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan perwakilam, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jakarta, 22-6-2605
Ir. Soekarno
Drs. Muh. Hatta
Mr. A.A. Maramis
K.H. Wachid Hasjim
Abdul Kahar Muzakkir
H. Agus Salim
Abikusno Tjokrosujoso
Mr. Ahmad Subardjo
Mr. Muhammad Yamin

Persidangan Resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-16 Juli 1945.
Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung semenjak tanggal 10Juli 1945 hingga tanggal 16 Juli 1945. Hari pertama sidang BPUPKI dimulai dengan diumumkannya dengan penambahan 6 anggota gres yaitu 1) Abdul Fatah Hasan; 2) Asikin Natanegara; 3) Soerjo Hamidjojo; 4) Muhammad Noor, 5) Besar dan 6 ) Abdul Kaffar. Pada sidang pertama ini ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Salah keputusan penting dalam rapat BPUPKI tanggal 10 Juli 2016 yakni diambilnya keputusan perihal bentuk Negara. Dari 64 bunyi (ada beberapa anggota yang tidak hadir) yang pro republic sebanyak 55 orang, 6 orang yang menginginkan bentuk kerajaan, 2 orang mengingkan bentuk lain.dan 1 orang yang blangko.

Ketika akan mengambil pemungutan bunyi untuk menentukan bentuk negara, para pendiri negara diliputi  suasana yang penuh dengan permufakatan, tanggung jawab, toleransi, dan religius sebagaimana tergambar dalam obrolan di bawah ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:125-127) “…

Anggota MOEZAKIR:
Saya mohon dari Tuan-tuan anggota sekalian! Oleh lantaran kita menghadapi ketika yang suci, sepakat kita mengheningkan cipta, supaya janganlah hati kita dipengaruhi oleh sesuatu hal yang tidak suci, tetapi dengan segala keikhlasan menghadapi keputusan perihal bentuk negara yang akan didirikan, dengan hati yang murni, yang tidak terpengaruh oleh sesuatu maksud yang tidak suci. Oleh lantaran itu, saya mohon kepada paduka Tuan-tuan sekalian, sukalah Tuan-tuan bangun di hadapan hadirat Allah Subhanahuwataala untuk meminta doa.

Ketua RADJIMAN:
Usul itu kita turuti dan saya minta marilah kita mengheningkan cipta, supaya menerima pikiran yang suci dan murni dalam pemilihan.
Rapat meminta doa dengan pimpinan Ki Bagoes Hadikoesoemo yang membacakan Fatihah. Sesudah itu diadakan pemungutan suara.

Anggota DASAAD:
Tuan Ketua, kami sudah mengetahui, bahwa ada 64 stem. Yang menentukan republik, ada 55 stem, kerajaan 6, lain-lain 2 dan belangko 1.

Ketua:
Saya mengucapkan terima kasih atas pekerjaan komisi. Anggota sekalian sudah mendengar, bahwa telah dipilih oleh sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai yang kedua kali ini, yang melahirkan 64 stem, ialah yang 55 republik, 6 kerajaan, 1 belangko dan 2 lain-lain. Jadi, semuanya ada 64. Sudah ada ketetapan dalam waktu ini, nanti kita menciptakan pelaporan yang sejelas-jelasnya.

Anggota SOEKARNO:
Jadi, putusan Panitia itu republik?

Ketua RADJIMAN:
Sudah terang republik yang dipilih dengan bunyi terbanyak. Sekarang saya minta beristirahat. ….”
Semangat nasionalisme dan patriotisme terlihat sangat faktual dalam perbincangan dalam Sidang BPUPKI tanggal 10 dan 11 Juli 1945 ketika membahas dilema wilayah negara. Semangat tersebut, antara lain dikemukakan oleh beberapa tokoh berikut ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:132-144).

Anggota MOEZAKIR:
…. Maka apabila bangsa Indonesia pada masa ini memiliki ketinggian kehendak dan kemauan, dan menjunjung tinggi apa yang angan-angankan, hendaklah sanggup pula mengakui bahwa tanah Melayu itu sebagian dari tanah air kita…. tanah Papua itu pula menjadi sumber kekayaan kita. Janganlah sumber kekayaan, yang diwariskan oleh nenek moyang kita hilang dengan sia-sia belaka. Oleh lantaran itu, saya setuju, bahwa dalam menentukan batas halaman tanah air kita hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah kita kita sanggup atau tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan merdeka atau tidak….

Anggota YAMIN:
…. Soal lain pula berhubung dengan tanah Papua. Memang hal ini dalam ilmu pengetahuan, ethnologie, bahasa, geografi ada yang menyebutkan, bahwa pulau Papua tidak masuk tanah Indonesia.Tetapi faham ini hanyalah dilahirkan oleh orang-orang yang mengarang buku yang bersangkutan. Tetapi ada juga faham-faham lain yang mengatakan, bahwa seluruh pulau Papua masuk Indonesia. Perkataan “Indonesia” dibuat oleh orang yang memiliki faham yang mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi tempat Malaya dan Polinesia. Jadi, dengan sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir dimaksudkan bahwa tanah Papua masuk dalam tempat Indonesia. …

Anggota ABDUL KAFFAR:
…. Dalam ilmu taktik alangkah besar bagi kedua-duanya untuk menjaga sisi masing-masing. Artinya jikalau kita melihat batas kita di Timur, ke Pulau Timor, saya sepakat sekali dengan anggota yang terhormat Muh Yamin, yaitu supaya pulau itu dimasukkan dalam lingkungan kita, terletak Indonesia baru, begitu pula Borneo Utara, di mana terletak Serawak, dan juga negara Papua bukanlah kita bersifat meminta, tetapi hal itu beralaskan kebangsaan. …

Anggota SOEMITRO KOLOPAKING:
…. Jikalau peperangan sudah berakhir dan kemenangan simpulan telah tercapai, kita sanggup melengkapkan aturan-aturan itu menjadi aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan zaman pada waktu itu, dengan undangan Indonesia merdeka ialah seluas Indonesia-Belanda dahulu.

Jikalau kemenangan simpulan tercapai dan ada undangan yang faktual dari Malaya Selatan, Borneo Utara bahwa rakyat di situ merasa juga ingin masuk dalam lingkungan kita, dengan senang hati mereka akan kita terima sebagai bangsa kita di dalam Indonesia merdeka.”

Dalam membahas dilema wilayah negara, masih banyak tokoh pendiri negara yang memberikan usulnya, menyerupai Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis, Sanoesi, dan Oto Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah Indonesia Merdeka yakni Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya.

Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, sehabis mendengarkan pandangan dan pemikiran 20 orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, dengan ketua Ir. Soekarno.
Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.


Agenda sidang BPUPKI yang kedua juga membahas perihal wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran.

Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil.

Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang UUD (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yakni khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar,

Membentuk Panitia Perancang “Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada Harahap.

Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut: Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil) Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota) Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota) Mr. Alexander Andries Maramis (anggota) Mr. Raden Panji Singgih (anggota) Haji Agus Salim (anggota) Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)

Selain itu,  Panitia Perancang UUD menghasilkan kesepakatan:

Bentuk “Unitarisme”.
Kepala Negara di tangan satu orang, yaitu Presiden.

Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yakni khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.

Panitia Kecil Perancang UUD berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati antara lain ketentuan perihal Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Supomo. Rancangan UUD diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.

Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan jadwal “Pembicaraan perihal pernyataan kemerdekaan”. Sidang pleno BPUPKI mendapatkan laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno.

Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan UUD yang di dalamnya tercantum tiga dilema pokok yaitu : Pernyataan perihal Indonesia Merdeka Pembukaan UUD Batang tubuh UUD yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya mencakup : Wilayah negara Indonesia yakni sama dengan bekas wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang yakni wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang yakni wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya, Bentuk negara Indonesia yakni Negara Kesatuan, Bentuk pemerintahan Indonesia yakni Republik, Bendera nasional Indonesia yakni Sang Saka Merah Putih, Bahasa nasional Indonesia yakni Bahasa Indonesia.

Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia gres rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep UUD hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta".

Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara penerima sidang BPUPKI mengenai penerapan hukum Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada jadinya disetujui dengan urutan dan redaksion yang sedikit berbeda.

Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan program “Pembahasan Rancangan Undang- Undang Dasar”.

Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno memperlihatkan klarifikasi naskah yang dihasilkan dan mendapatkan jawaban dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memperlihatkan klarifikasi terhadap naskah Undang-Undang Dasar.

Penjelasan Soepomo, antara lain menjelaskan betapa pentingnya memahami proses penyusunan UUD (Sekretariat Negara Indonesia, 1995:264).

“Paduka Tuan Ketua! UUD Negara Mana Pun Tidak Dapat Dimengerti Sungguh-Sungguh Maksudnya UUD Dari Suatu Negara, Kita Harus Mempelajari Juga Bagaimana Terjadinya Teks Itu, Harus Diketahui Keterangan-Keterangannya Dan Juga Harus Diketahui Dalam Suasana Apa Teks Itu Dibikin.

Dengan Demikian Kita Dapat Mengerti Apa Maksudnya. Undang-Undang Yang Kita Pelajari, Aliran Pikiran Apa Yang Menjadi Dasar Undang-Undang Itu. Oleh Karena Itu, Segala Pembicaraan Dalam Sidang Ini Yang Mengenai Rancangan-Rancangan UUD Ini Sangat Penting Oleh Karena Segala Pembicaraan Di Sini Menjadi Material, Menjadi Bahan Yang Historis, Bahan Interpretasi Untuk Menerangkan Apa Maksudnya UUD Ini.”

Naskah UUD jadinya diterima dengan bunyi bundar pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945.

Persiapan Kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan lantaran dianggap telah sanggup menuntaskan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan UUD bagi negara Indonesia Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.

Tugas "PPKI" ini yang pertama yakni meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh UUD 1945.

Tugasnya yang kedua yakni melanjutkan hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut dilema ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru.

Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari aneka macam etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asalMaluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.

"PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya yakni Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo,Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno,Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), yakni kota terbesar di negara Vietnam dan terletak akrab delta Sungai Mekong.

Pada ketika "PPKI" terbentuk, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya tekad yang bundar dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Negara Indonesia.

Golongan muda kala itu menghendaki supaya kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI".

Pada ketika itu ada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini yakni hanya merupakan sebuah tubuh bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang.

Di lain pihak "PPKI" yakni sebuah tubuh yang ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya suatu negara Indonesia baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia sanggup diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang yakni tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI".

Jendral Terauchi kemudian jadinya memberikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI".

Dalam suasana menerima tekanan atau beban berat menyerupai demikian itulah "PPKI" harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujudnyatakan keinginan atau impian luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Namun, pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang mengalah tanpa syarat kepada sekutu, dan semenjak ketika itu Indonesia kosong dari kekuasaan.

Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sehari sehabis proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan program utama mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya menentukan Presiden dan Wakil Presiden.

Related : Bagaimana Proses Perumusan Uud 1945?

0 Komentar untuk "Bagaimana Proses Perumusan Uud 1945?"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)