Pancasila yang termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan bangsa Indonesia yang mengandung tiga tata nilai utama, ialah dimensi spiritual, dimensi kultural, dan dimensi institusional.
Dimensi spiritual mengandung makna bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai keimanan dan ketakwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan keseluruhan nilai dalam falsafah negara.
Hal ini termasuk legalisasi bahwa atas kemahakuasaan dan curahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa usaha bangsa Indonesia merebut kemerdekaan terwujud.
Dimensi kultural mengandung makna bahwa Pancasila merupakan landasan falsafah negara, pandangan hidup bernegara, dan sebagai dasar negara.
Dimensi institusional mengandung makna bahwa Pancasila harus sebagai landasan utama untuk mencapai cita-cita, tujuan bernegara, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Aktualisasi nilai spiritual dalam Pancasila tergambar dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan dihentikan meninggalkan prinsip keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai ini memperlihatkan adanya legalisasi bahwa manusia, terutama penyelenggara negara mempunyai keterpautan kekerabatan dengan Sang Penciptanya.
Artinya, di dalam menjalankan kiprah sebagai penyelenggara negara tidak hanya dituntut patuh terhadap peraturan yang berkaitan dengan tugasnya, tetapi juga harus dilandasi oleh satu pertanggungjawaban kelak kepada Tuhan di dalam pelaksanaan tugasnya.
Hubungan antara insan dan Tuhan yang tercermin dalam sila pertama tersebut bergotong-royong sanggup memperlihatkan rambu-rambu semoga tidak melaksanakan pelanggaran-pelanggaran, terutama saat beliau harus melaksanakan korupsi, penyelewengan harta negara, dan sikap negatif lainnya.
Nilai spiritual inilah yang tidak ada dalam dogma good governance yang selama ini menjadi panduan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masa kini.
Nilai spiritual dalam Pancasila ini sekaligus menjadi nilai lokalitas bagi Bangsa Indonesia yang seharusnya sanggup teraktualisasi dalam tata kelola pemerintahan.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila Persatuan Indonesia, dan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan merupakan citra bagaimana dimensi kultural dan institusional harus dijalankan.
Dimensi tersebut mengandung nilai legalisasi terhadap sisi kemanusiaan dan keadilan (fairness) yang nondiskriminatif; demokrasi menurut musyawarah dan transparan dalam menciptakan keputusan; dan terciptanya kesejahteraan sosial bagi semua tanpa pengecualian pada golongan tertentu.
Nilai-nilai itu bergotong-royong jauh lebih luhur dan telah menjadi rumusan hakiki dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945.
Tiga nilai utama yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 tersebut di atas harus senantiasa menjadi pertimbangan dan perhatian dalam sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa.
Pancasila sebagai falsafah bangsa dalam bernegara merupakan nilai hakiki yang harus termanisfestasikan dalam simbol-simbol kehidupan bangsa, lambang pemersatu bangsa, dan sebagai pandangan hidup bangsa.
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, nilai falsafah harus termanifestasikan di setiap proses perumusan kebijakan dan implementasinya.
Nilai Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan utuh di setiap praktik penyelenggaraan pemerintahan yang mengandung makna bahwa ada sumber-sumber spiritual yang harus dipertimbangkan dalam memperlihatkan pelayanan kepada masyarakat semoga tidak terjadi perlakuan yang absolut dan diskriminatif.
Selain itu, nilai spiritualitas hendaknya menjadi pemandu bagi penyelenggaraan pemerintahan semoga tidak melaksanakan aktivitas-aktivitas di luar kewenangan dan ketentuan yang sudah digariskan.
Dimensi spiritual mengandung makna bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai keimanan dan ketakwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan keseluruhan nilai dalam falsafah negara.
Hal ini termasuk legalisasi bahwa atas kemahakuasaan dan curahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa usaha bangsa Indonesia merebut kemerdekaan terwujud.
Dimensi kultural mengandung makna bahwa Pancasila merupakan landasan falsafah negara, pandangan hidup bernegara, dan sebagai dasar negara.
Dimensi institusional mengandung makna bahwa Pancasila harus sebagai landasan utama untuk mencapai cita-cita, tujuan bernegara, dan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Aktualisasi nilai spiritual dalam Pancasila tergambar dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan dihentikan meninggalkan prinsip keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai ini memperlihatkan adanya legalisasi bahwa manusia, terutama penyelenggara negara mempunyai keterpautan kekerabatan dengan Sang Penciptanya.
Artinya, di dalam menjalankan kiprah sebagai penyelenggara negara tidak hanya dituntut patuh terhadap peraturan yang berkaitan dengan tugasnya, tetapi juga harus dilandasi oleh satu pertanggungjawaban kelak kepada Tuhan di dalam pelaksanaan tugasnya.
Hubungan antara insan dan Tuhan yang tercermin dalam sila pertama tersebut bergotong-royong sanggup memperlihatkan rambu-rambu semoga tidak melaksanakan pelanggaran-pelanggaran, terutama saat beliau harus melaksanakan korupsi, penyelewengan harta negara, dan sikap negatif lainnya.
Nilai spiritual inilah yang tidak ada dalam dogma good governance yang selama ini menjadi panduan dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masa kini.
Nilai spiritual dalam Pancasila ini sekaligus menjadi nilai lokalitas bagi Bangsa Indonesia yang seharusnya sanggup teraktualisasi dalam tata kelola pemerintahan.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila Persatuan Indonesia, dan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan merupakan citra bagaimana dimensi kultural dan institusional harus dijalankan.
Dimensi tersebut mengandung nilai legalisasi terhadap sisi kemanusiaan dan keadilan (fairness) yang nondiskriminatif; demokrasi menurut musyawarah dan transparan dalam menciptakan keputusan; dan terciptanya kesejahteraan sosial bagi semua tanpa pengecualian pada golongan tertentu.
Nilai-nilai itu bergotong-royong jauh lebih luhur dan telah menjadi rumusan hakiki dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945.
Tiga nilai utama yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 tersebut di atas harus senantiasa menjadi pertimbangan dan perhatian dalam sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa.
Pancasila sebagai falsafah bangsa dalam bernegara merupakan nilai hakiki yang harus termanisfestasikan dalam simbol-simbol kehidupan bangsa, lambang pemersatu bangsa, dan sebagai pandangan hidup bangsa.
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, nilai falsafah harus termanifestasikan di setiap proses perumusan kebijakan dan implementasinya.
Nilai Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan utuh di setiap praktik penyelenggaraan pemerintahan yang mengandung makna bahwa ada sumber-sumber spiritual yang harus dipertimbangkan dalam memperlihatkan pelayanan kepada masyarakat semoga tidak terjadi perlakuan yang absolut dan diskriminatif.
Selain itu, nilai spiritualitas hendaknya menjadi pemandu bagi penyelenggaraan pemerintahan semoga tidak melaksanakan aktivitas-aktivitas di luar kewenangan dan ketentuan yang sudah digariskan.
0 Komentar untuk "Apa Saja Tiga Tata Nilai Dalam Pancasila?"