Pulang Kampung Ke Nagreg Bandung (Edisi Ngeteng)

Saya telah sudah biasa jikalau ingin menjenguk orangtua tidak pernah mengabari mereka alias tahu-tahu saya telah hingga di rumah entah waktu munculnya pagi,  siang atau sore dan bahkan tengah malam. Alasan saya tidak pernah memberi tahu kemunculan saya,  agar mereka yang di rumah tidak usah sibuk merencanakan makan untuk saya.  Saya sungkan jikalau diberi masakan yang tidak biasanya,  saya malah kangen masakan khas dari rumah seumpama ala kadarnya walau cuma nasi tempe dan sambal.  Lagian saya tidak pernah pilih-pilih, apa yang disajikan niscaya saya makan. Nasi, sambal dan kerupuk pun saya lahap habis,  saya telah sudah biasa makan masakan yang sederhana.

Untuk menuju rumah orangtua di Bandung belahan ujung timur ada beberapa kendaraan yang sanggup menempuh menuju rumah orangtua saya,  yaitu via Sumedang,  via Subang dan via Purwakarta dan terakhir via termurah.

Via Sumedang telah menjadi favorit saya sebab jalurnya lebih bersahabat dan biayanya pun standar. Dari Kost saya tempuh dengan berganti 4 kendaraan yakni naik ojek hingga Bantarhuni kemudian dari situ naik bus 3/4 Widia berhenti di Cijelag (pertigaan) kemudian naik Elf Cirebon-Bandung atau elf jurusan Bandung berhenti di Cileunyi kemudian naik angkot Cileunyi-Cicalengka yang nembus hingga Nagreg.

Via Subang memang lebih jauh,  cuma saya menggemari jalurnya yang memang banyak tempat rekreasi dan menikmati dinginnya udara di Subang hingga Bandung.  Untuk via Subang saya naik 6 kendaraan yakni naik ojek hingga Haurgeulis kemudian dari Haurgeulis naik angkot menuju terminal Subang.  Dari Subang Naik Elf menuju Ledeng Bandung kemudian di terminal Ledeng naik Damri kini menjadi Trans Bandung dan berhenti di Stasiun Bandung.  Dari stasiun Bandung naik kereta KRD Bandung Raya menuju Stasiun Cicalengka. Dan dari sana naik angkot hijau menuju rumah. Saya menikmati jalur Subang walau mesti transit naik turun kendaraan sebab saya sanggup jalan-jalan dulu/refreshing ke kota Bandung untuk window shopping atau beli yang perlu saja, berlawanan dengan via Sumedang tidak melalui Kota Bandung.  Walaupun biaya via Subang lebih mahal dan waktu perjalanannya pun lebih panjang. Di situ rasa kepuasan diri walau biaya lebih mahal tak jadi masalah.

Via Purwakarta?  Waduh lebih jauh lagi donk.  Oke saya jelaskan via purwakrta ini tujuannya naik kereta api lho.  Jalurnya memang ke Cikampek kemudian Purwakarta dan stasiun selesai di st.  Bandung.  Dari kost naik ojek hingga Haurgeulis,  lalu naik kereta menuju st.  Bandung.  Dari st.  Bandung lanjut naik kereta setempat Bandung Raya menuju St.  Cicalengka dan dan terakhir naik angkot menuju Nagreg. Perjalanan naik kereta memang mengasyikan cuma biayanya pun lebih mahal sebab kereta tersebut kereta bisnis eksekutif. Dan tiba di Bandung malam hari.

Via terakhir yakni via termurah,  kenapa disebut via paling murah begini ceritanya. Teman saya dari kota Bandung,  bila hendak ikut sobat mempunyai arti saya berboncengan dengan sobat saya.  Kadang bergantian mengendarai motornya biar tidak lelah.  Dan biayanya pun cuma mengisi materi bakar untuk motor saja tidak lebih dari 25rb murah bukan?  Cuma saya cuma dikirimkan hingga st. Bandung selanjutnya naik kereta setempat dan naik angkot ke tujuan akhir. Ya paling menghabiskan biaya 40rb saja jikalau tidak jajan.

Nah,  saat itu saya punya pengalaman yang sanggup dikatakan tidak menyenangkan. Begini nasib yang rumahnya ada di ujung timur Kab.  Bandung.  Saya dan sobat saya naik motor dari kost menuju rumah masing-masing. Kami sepakat berhenti di St Bandung biar saya sanggup pribadi menyambung ke kereta menuju Cicalengka dan sobat saya melanjutkan naik motor ke rumahnya.  Saya tiba di St.  Malam sekitar Isya dan jadwal kereta setempat pkl 20.00 wib jadi kereta tidak mengecewakan kosong melompong sanggup selonjoran berlawanan dikala masih pagi siang dan sore yang sarat sesak. Cuma dikala tiba di Cicalengka pkl.  21.00 wib telah jarang ada angkot yang menuju Nagreg. Saya telah sudah biasa dengan perjalanan malam tersebut dengan angkot.  Kejadian pertama yang saya ingat yakni dikala sang sopir angkot sarat dengan penumpang dan saya melambaikan tangan saya biar angkot tersebut berhenti.  Saat angkot berhenti saya mengajukan pertanyaan terhadap sang sopir,  "Ka Nagreg Mang?". "Hayu! " kata sang sopir menyetujui.  Saat dalam perjalanan satu persatu para penumpang silih berganti turun sesuai dengan tujuan mereka.  Di dalam angkot tinggal saya dan sang sopir.  Dengan sepihak sang sopir berhenti hingga warung lahang (pertigaan jl.  Bypass Cicalengka). "Jang hingga sini saja" kata sang sopir.  Waduh maksud sang sopir bilang Hayu (tafsir saya:ayo ke nagreg) mempunyai arti telah berbohong. Akhirnya saya mesti mencari angkot kembali walau mesti menanti hingga bermenit menit bahkan ada hingga satu jam sebab telah malam hari bahkan tidak ada sama sekali hingga saya mesti menelpon keluarga di rumah untuk dijemput.

Kejadian selanjutnya saya menyetop angkot dan saya tidak menayakan angkot ini mau dibawa ke mana.  Nah peristiwa di atas pun terulang.  Tapi saya menganggap masuk akal sebab saya tidak menanyakan tujuan selesai ke sang sopir. So,  saya tulus apa adanya dan lanjut mencari angkot kembali atau naik elf jurusan Garut kalo ada.

Kejadian selanjutnya yakni saya menyetop angkot dan menanyakan apa angkot ini hingga tujuan selesai saya, dan sang sopir mengiyakan atau menyetujui.  Dan dikala penumpang cuma tinggal saya sendiri dan ditemani sopir.  Saya alhamdulillah tidak diberhentikan seumpama supir supir angkot lainnya.  Ternyata sang sopir memang orang wilayah saya dan hendak pulang juga ke rumahnya.  Nah,  supir angkot seumpama ini yang saya cari cuma jarang saya mendapati supir yang berasal dari wilayah yang serupa selama pengalaman saya naik angkot pada malam hari. Kesimpulannya saya cuma was-was jikalau saya pulang kemalaman teringat jikalau naik angkot menjadi momok tak mengasyikkan jikalau naik angkot tidak hingga tujuan.
Menunggu kereta setempat di St.  Bandung
Makan nasi goreng dahulu sebelum naik angkot ke rumah 

Demikian pengalaman saya pulang dengan mengendarai transportasi lazim mudah-mudahan menjadi pengalaman yang berharga buat Sobat-sobat ya.



Sumber https://namakuprince.blogspot.com

Related : Pulang Kampung Ke Nagreg Bandung (Edisi Ngeteng)

0 Komentar untuk "Pulang Kampung Ke Nagreg Bandung (Edisi Ngeteng)"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)