Backpacker Ke Dieng Di Bulan Puasa

Bulan Juni ini bertepatan dengan bulan Ramadhan. Penat dan letih bercampur aduk, maka admin ingin habiskan kecampuradukan ini dengan mendatangi Dieng meskipun sungguh berat bahwa bulan ini bertepatan dengan bulan puasa. Okey itu tantangannya lho. Dari pada admin pergi dikala pra atau pasca hari raya sanggup gagal sebab tau kan kalo hari-hari tersebut merupakan hari-hari sarat dengan kemacetan dan tarif ongkos kendaraan pun dijamin bakal melonjak tinggi. Makara berfikir dua kali deh kalau maksain pergi dikala pra dan pasca hari raya.
Suasana dini hari  saat sebelum ke Sikunir


Minggu, 5 Juni 2017

Saya pulang ke tempat tinggal ortu dan saya pamit untuk mendatangi sobat padahal mau backpacker sendiri (solo backpacker hihi). Admin memakai kendaraan bis dari Rancaekek di sana ada biro PO Sinar Jaya dan Budiman jurusan Wonosobo Jawa Tengah. Pertama sebelum ke biro saya beli masakan untuk buka dan sahur nanti di bus. Admin pergi ke Alfa beli roti-rotian dan air minum. Tiba di Agen kemudian saya pesan tiket di sana.  Yang saya sanggup tiket PO Sinar Jaya jurusan Bandung-Wonosobo seharga IDR 70.000 tidak mengecewakan murah juga ya meskipun tidak sanggup makan malam menyerupai bis Budiman. Sebelumnya saya menerka saya akan naik Budiman,  saat dinantikan tunggu bus Budiman tersebut tidak berhenti di biro Rancaekek,  malah berlalu saja padahal dikala itu sudah pukul 18.00 wib.  Saya pun panik, untungnya bapak dari wonosobo menginformasikan bahwa kita akan naik Sinar Jaya. Owalah githu yak. Baru tahu saya,  saya kira di tiket kertas tertulis PO Sinar Jaya tersebut merupakan untuk naik bis Budiman.
Bus Sinar Jaya berhenti di biro Rancaekek

Setengah jam kemudian tiba bis Sinar Jaya dari arah Cicaheum Bandung.  Saya lihat-lihat penumpang di bis sedikit,  yeaahhhh... Saya yang bahagia dan perusahaan bis yang sedih penumpangnya sedikit.  Tiap orang mendapat jatah 2 kursi lho. Cuma jangan harap mendapat bangku depan,  kursi depan kan favorit banget so,  kalo ingin sanggup bangku depan mesti naik dari Cicaheum kalo dari Rancaekek tinggal sisa aja tetapi bersyukur kok masih sanggup bangku untuk duduk sepanjang perjalanan.

Bis siap berjalan, saya eksklusif pakai earphone mendengarkan musik,  wow terasa lezat perjalan malam ini. Jalur selatan memang indah cuma jalannya meliuk-liuk dan naik turun bikin ngeri kalo naik bis itu.  Kalo naik kereta sebenarnya bisa,  mulai dari st. Kiaracondong-Purwokerto naik serayu kemudian lanjut naik mikrobis menuju Wonosobo cuma lebih hemat biaya naik bis dan juga gak transit berkali-kali.

Senin, 6 Juni 2017

Kejadian yang tidak mengenakkan secepatnya dimulai. Saat di bis,  perut dan nganu berasa ingin buang air.  Padahal semestinya di saat bis berhenti di Ciamis harusnya kencing dulu.  Dimulai dari Cilacap hingga Purwokerto saya menahan rasa mules dan menahan rasa ingin buang air. Ya Tuhan,  saya berdoa hingga saya merenung atau menghayal kalau sebuah dikala nanti saya ingin menghasilkan buatan WC sendiri yang sanggup di bawa kemana-mana (ada-ada ajah ya) untuk menolong orang yang kebelet menyerupai saya,  ya sudahlah. Saya tahan beberapa jam lamanya, kalau sobat ingin mencicipi menyerupai saya waduh jangan deh,  saya juga nyesel minum banyak. Berusaha pakai botol untuk buang air kecil kemudian pergi ke belakang dan hasilnya tidak keluar keluar.  Jam 2 sudah nyaris tiba di Wonosobo,  bis berhenti di rumah makan sebab sang sopir mau sahur dulu.  Kesempatan ini tidak saya sia-siakan,  saya eksklusif berpesan ke penumpang lain, "nanti kalau bis mau jalan ada yang masih di luar ya,  jangan jalan dahulu bisnya,  kalo jalan saya tak mempunyai apa-apa sebab barang semua di bis, kasihanilah saya ya" begitu pesan lebay saya ke penumpang di depan. Saya bergegas ke wc biasa dan di situ saya mencicipi kenikmatan yang tiada tara, alhamdulillah byurr.. Byur...

Saya diberitahu bapak penumpang dari Wonosobo untuk berhenti di Plaza Wonosobo untuk mendapat mikrobus ke Dieng.  Saya manggut-manggut saja,  karena waktu masih pkl.  03.00 saya kan gak mau kepagian juga dikala hingga di Dieng.  Jadi saya melalui saja dan berhenti di perhentian selesai yakni terminal Mendolo. Saat tiba di terminal saya eksklusif sahur dari nasi yang sudah dibeli sebelumnya.  Setelah makan saya duduk-duduk di bangku yang kosong.  Lalu ada orang yang menampilkan saya tumpangan ojek dan saya tolak dengan halus tetapi sebelumnya para ojeker senantiasa mengajukan pertanyaan begini "mau kemana mas?", "Dieng Mas" jawab saya. "bla...  Blaaa..".  Dan yang mengajukan pertanyaan tersebut bukan cuma satu dua orang saja tetapi nyaris saya hitung ada 7 orang ojeker yang mewawancarai saya.  Saya tetap sabar saja, sebab mereka juga tidak berangasan cuma yang bikin kesel dari mereka menanyakan hal yang serupa terhadap saya.  Disini sudah diuji puasanya hihi.

Saya bolak-balik kamar mandi sebab ingin buang air terus dan juga argumentasi menyingkir dari para pewawancara tadi. Setelah itu waktu sudah jam 05.00 wib saya eksklusif pergi ke luar terminal,  lalu tiba-tiba ada tukang ojek dari belakang. "mas ojek mas mau kemana?".  Saat beliau menyaksikan wajah saya beliau eksklusif senyum, "oh yang tadi ya", "iya mas saya yang tadi yang nolak mas" bicara dalam hati dan sambil senyum lebar.  Akhirnya mas tukang ojek pergi ke belakang,  saya senyum-senyum aja dikala insiden tersebut hihi.

Dan disini saya sanggup berkah,  saat jalan menuju arah Wonosobo tiba-tiba dari belakang ada mikrobus dan sang kondektur menampilkan ke kota biar sanggup menyambung ke Dieng.  Saya eksklusif naik saja dan berpesan untuk berhenti di Plaza. Kemudian ada penumpang selanjutnya seorang ibu-ibu.  Saya sapa saja dengan ramah. "mau kemana bu?"  tanya saya, "mau ke bla...  (saya kurang tahu tempatnya)." Mas mau ke mana?" "Dieng bu mau ke Plaza" jawab saya.  Si ibu eksklusif konfirmasi bahwa di plaza tidak ada kendaraan beroda empat mikrobus dieng.  Si ibu menolong saya untuk turun di sebelum plaza sekitar pertigaan pokoknya. Oke makasih bu atas niat baiknya muaach. Saat turun dan benar saja di pojok jalan sudah ada mikrobis,  saya eksklusif naik ke kendaraan beroda empat mikrobus yang sedang ngetem disana dan ngobrol dengan sopir yang sambil menanti kedatangan penumpang lainnya.

Dia menampilkan kalo mau ke Dieng berombongan minimal 20 orang beliau mau mengirimkan ke semua rekreasi Dieng dengan cuma IDR 700.000, jadi tiap orang kena 35ribu. Namanya pak Tonot supir mikro bus jurisan ke Dieng dan Batur. Pokoknya sebuah dikala nanti kalo sobat saya kalau berjumlah 20 maka saya akan memesan kendaraan beroda empat bapak Tonot tetapi sobat saya gak sebanyak itu. Makara saya promosikan saja di sini.

Jam 05.30 mikrobus pak Tonot berlari kencang menuju Dieng dengan kecepatan dan skill yang mumpuni lho secara jalanan Dieng berliku-liku dan sempit di samping kanan dan kiri jurang dan jalanan nya pun tidak sebesar jalan tol #ya iyalah! Pukul 6.30 saya tiba di Bu Djono Hotel dan Restaurant yang menjadi patokan orang yang ingin ke Dieng. Tidak lupa mengeluarkan duit uang ongkos Wonosobo Dieng IDR 15.000 sebenarnya saya mau ngasih 20.000 cuma saya ingin ngetes saja kalau kondektur minta nanti saya bayar lagi.  Dan ternyata saya tidak ditagih lagi jadi pas 15.000.  Berarti tarif ke Dieng adalah lima belas ribuh sobat sobat! 
Mikrobus Pak Tonot/0853-2965-8565 sedang ngetem di pertigaan sebelum Plaza Wonosobo
Losmen Bu Djono
Take picture from 2nd floor Losmen

"Assalamu alaikum" pintu terkunci hmmm.  Beberapa detik kemudian ada yang membuka pintu tersebut. "wa alaikumussalam".  "Eh Bang haji, aye mau nginap disini dan sekalian mau sewa motor" saya gak bilang begitu yak cuma ilustrasi tetapi tujuannya bener kok mau nginap hhe.  Kamar yang tersedia ada 2 macam yakni VIP 150rb dan Standar 75rb. Saya pilih saja yang tolok ukur nyang kamar mandinya diluar dan juga non TV.  Saban hari kan mau motor-motoran bukan buat nonton tv terlebih mandi Ogahhh!!!!  Dingin banget soalnya. Suhu di kamar aja pas shubuh liat termometer menampilkan 19° Celsius, selimut memiliki kegunaan banget padahal saya jarang pake selimut kalo tidur di rumah.

Sewa motor kalo sehari 100rb dari pagi hingga sore. Hadeuh mahal amat ya,  tapi kata Pak Marhali (resepsionis yang nerima saya) kalo 2 hari 150rb tetapi hari kedua s/d jam 12 siang sama kaya check out penginapan pkl.  12.00. Oke saya setuju 2 hari biar esoknya ke Sikunir yang jaraknya kira-kira 5km pake motor aja gak usah ngojek. Dan bonusnya untuk 2 hari tersebut sudah diisikan bensil agak full oleh sang pemilik, setuju dengan bahagia hati,  nanti saya abiskan bensinnya hingga tetes terakhir slurrrppp hihi.

Candi Arjuna
Komplek candi Arjuna

Let's rock jalannya masih gundah mau kemana tetapi lanjut aja nanti juga ada isyarat jalan kok. Tiba di candi arjuna.  "Ini mana yang jaga?", "masuk ajah dulu" kata tukang warung.  Oke langsng masuk saja.  Candi arjuna ini menurut saya candi yang mempunyai wilayah yang luas,  komplek maskudnya,  iya komplek yang luas. Cuma satu candi sedang dibangun atau direnovaasi.

Berfoto-foto dan lanjut jalan lurus hingga entah kemana nembusnya eh ternyata nyambung ke Candi Gatot beling dan belum ada penjaga juga. Aha saya foto dahulu candi arjuna cepet-cepet mumpung yang jaga belum ada,  krek...  Krek... kemudian balik lagi ke komplek candi Arjuna.  Enak masih sepi di bulan ampunan ini cuma ada sekian insan saja,  tapi saya suka juga kalo banyak hadirin biar sanggup ngobrol.

Udah keluar dan saya menghampiri loket. "mas ini yang jaga gak ada mas?" saya mengajukan pertanyaan ke laki-laki yang saya duga tukang parkirnya. "gak usah bayar kalo belum ada yang jaga,  biaya parkir aja bayarnya" kata mas parkir.  Hore gak bayar nih mungkin masih pagi kali yah,  nanti kapan-kapan kalo kesini lagi mau nyubuh aja dah atau malam deh sekalian sambil ngeronda jaga candi biar candinya gak ada yang mencuri hihi.

Kawah Sikidang
Selfie with bule Jerman

Keluar dari Komplek Candi Arjuna kemudian melipir ke kawah sikidang.  Sikidang apa sikanan terserah deh namanya.  Perjalanan menuju kawah sikidang lumayan.  Di pintu masuk sudah ada penjaga. "bayar 15.000 sudah sepaket dengan Candi Arjuna"  kata penjaga tersebut. "Appah!!!" hati saya menjerit, jleb menyerupai tersayat korek telinga mendengarnya. Tidak apa-apa deh nanti saya berkunjung lagi hingga kaki letih kemudian lumpuh gak sanggup jalan dan di suruh minum biar sanggup berdiri saya tolak sebab gak mau makan #ngambek ceritanya hhe. Oke mempunyai arti emang mesti bayar dari awal,  tidak ada kata gratis hhe. Lalu lanjut ke kawah sikidang,  foto dahulu selfie di goresan pena besarnya. Nah,  saat di sini saya berjumpa bule sejoli sama menyerupai saya jadi backpacker. Karena saya ada mood ingin berfoto,  jadi saya minta izin untuk berfoto bareng bule. "Guys may i disturb you" "we take a photo together with u?". Langsung lah kami berfoto bertiga,  saya di tengah dan bule mengapit saya.  Nanti kalo sudah jadi saya crop silaki jermannya haha #kidding kok. Sedang puasa gini si bule memakai celana pendek ketat. "haduh puasa gini cobaannya adaaa.. aja ya.

Di kawah kok ada kingkong?  Yup bener ada,  saat menhampiri kingkong saya ditegur oleh mas-mas, "kalo mau foto disini ada biayanya mas" kata mas-mas.  Opsss si bule juga kena gondok juga sama kayak saya. "maaf mas saya gak jadi foto-foto dengan kingkong,  lagian saya lebih ganteng dari kingkong mas".  Jawab saya terhadap si mas dalam hati hhi. Kemudian saya berlalu meninggalkan si mas tadi.

Telaga Warna

"Mas maaf ini pintu utamanya kan? Kok saya disuruh pindah kesana?" tanya saya.  Bingung saya pintunya ada dua. Saya di arahkan ke sebelah dekat kawasan parkir untuk memesan tiket telaga warna. Saat lihat karcisnya ada asuransi sebesar seribu rupiah.  Kok ada asuransinya ya,  jangan-jangan ada buayanya di telaga tersebut hihi. Saat masuk ke telaga banyak pohon-pohon,  ada juga yang tumbang,  untung dikala saya ke sana belum ada yang niban saya tuh pohon. Terlihat horror dikala itu loh,  saya hadirin pertama dan tidak ada yang ke telaga lagi selain diri saya sendiri. Rumah-rumahan yang mengarah ke telaganya pun sudah banyak papan yang patah,  jadi inget film kuntilanak Thailand nyang di dalamnya ada Mario Maurer selaku suaminya kuntilanak manis tersebut. Pokoknya kalo sendirian serasa freaky. 

Ada papan tertulis,  Hati-hati ada gas beracun jangan berlama-lama di kawasan ini".  Melihat papan itu saya eksklusif ngeri jadi saya tahan nafas dikala melalui papan pengumuman tersebut yang kedaluwarsa kentut itu (belerang). Nanti saya sendirian disini!!! Tidak ada yang tahu dan bagaimana kalau saya keracunan di sini dan tidak ada yang nolong hmmm.  Udah gak mau lama-lama di sini. Asuransi ada di karcis bukan sebab ada buaya yak tetapi kalau ada racun yang berbahaya,  itu rekomendasi saya saja. Oh iya di telaga di belahan kiri ada tali kuning polisi entah apa itu saya tidak memahami jadi tidak ada yang boleh melalui situ.

Batu Ratapan Angin
Dab style di telaga warna with anak wong sukorejo Kendal

Jalan menanjak ke atas dan berbelok ke arah kiri. Terlihat goresan pena "Bukit Batu Pandang". Saya masuk dan mendaki,  harus mendaki sebab gres ada di atas.  "Di bawah gak ada loket kemana ya".  Yes gpp siapa tahu gratis.  Saat naik ke atas dan "Gotcha"  ada loket dengan penjaga seorang kakek. Eh kakek kirain tidak ada loket hehe. Bayar 10ribu sahaja untuk naik ke kerikil pandang.

Saat di atas saya seorang diri sedang yang lain berombongan atau berdua, bertiga dan ber-berlain-lainnya.  Tiba tiba tiba dua anak berseragam.  Saya lagi mood aja memberanikan diri ber say hello. Kalian bersekolah ya?  Yaiyalah lihat dahulu bajunya, pake seragam.  Ganti pertanyaan saja, "boleh dong gantian berfoto nanti saya foto kalian berdua".  Oke balasannya setuju juga dengan wajah saya yang ramah. Dari sini saya gres tahu cara pengambilan foto yang animo masa kini.  Maklum saya cowok expired yang sudah tidak di dingklik sekolah lagi. Pokoknya kalo sedang sendiri enaknya berinteraksi dengan orang lain,  apalagi berlainan jenis makin seru tuh,  ada cemistry hihi.

Yang saya heran,  lama banget ya cewek kalo sudah berfoto-foto. Saya ajak saja anak berseragam 2 orang tersebut untuk ke kawasan gres di samping kerikil ratapan yakni kawasan nongkrong yang yang dibikin dari besi dan papan fungsinya sama kaya kerikil pandang,  buat selfi juga dengan latar telaga warna. Dan lezat juga tuh buat loncat ke bawah hhi. "maaf mas kalo mau kesini bayar 5ribu, soalnya yang buat juga pake modal sendiri biar balik modal" kata mas-masnya (ini cuma ilustrasi percakapan saja yang saya pahami). Oh begitu ya,  oke deh saya bayarin untuk anak berdua yang beseragam sebab saya sudah mengajak mereka ke kawasan ini dengan bahagia hati kok mau bayar atau pun gratis hhe.

Dan di atas lagi ada jembatan tali gantung harganya 15.000, saya tidak mengajak ke atas soalnya harganya tidak mengecewakan kecuali tidak ada penjaganya,  hayu kalo gitu mah hha.

Selesai dari Batu ratapan,  saya eksklusif ke penginapan untuk istirahat. Beruntung saya setelah saya pulang ke penginapan,  hujan pun turun hingga jam 3. Untung semua rekreasi sudah saya injaki semua loh.

Hujan reda saya eksklusif survey lokasi Sikunir yang jaraknya tidak mengecewakan jauh. Lanjut lagi setelah pulang dari Lokasi Sikunir saya menyaksikan lokasi depan penginapan Bu Djono banyak yang jual manisan gorengan dll untuk berbuka puasa, rame banget ya bikin betah aja ada hiruk pikuk zeperti ini. Saya beli sesuatu di depan dan tumben tidak terpengaruhi sebab pengecap saya kurang cocok kali ya,  makanan di sini cepat dingin kemungkinan itu penyebabnya saya tidak menghabiskan masakan tersebut. Lalu saya tidur permulaan pkl 21.00 agar besok ke sikunir tidak kelelahan.

Selasa, 7 Juni 2017

Sikunir: Golden sunrise
Puncak Sikunir sanggup silver sunrise #kidding

Pukul 2.30 dini hari saya terbangun sendiri sebab rasa dingin dan gres kali ini saya mencium kedaluwarsa welirang dikala tidur di Losmen Bu Djono,  mungkin angin dari kawah tersebut sedang mengarah ke sini. Persiapan sahur saya pergi ke warung sebelah,  warung favorit bule soalnya dikala lihat kesana saya sering menyaksikan bule sedang makan, mungkin harganya yang murah berlainan dengan kawasan lain mungkin.

Jam 03.30 saya pergi dengan mengendarai motor sewaan. Saaat perjalanan saya pakai baju 2 rangkap dan jaket 2 rangkap pula,  mengendarai motor di kegelapan dan dingin pula,  hawa angin menusuk ke kulit leher dan badan. Nah,  pandangan jalan terbatas sebab terhalang kabut-jarak pandang cuma 2 meter ke depan jadi saya secara perlahan-lahan mengendarai motor, jadi horor gini mengendarai motor di hutan. Bismilah saja, konon para setan dibelenggu dikala bulan ramadhan. Kabut kali ini saya mencicipi mistis banget. Di jalanan tidak ada kendaraan selain saya sendiri. Pokoknya waktu itu perjalanan pengen cepat-cepat sampai.

"Selamat tiba di desa tertinggi,  desa sembungan! ". Plang Gapura tersebut tidak terlihat jadi saya diteriaki oleh penjaga karcis dan eksklusif saya membelokkan motor ke arah kiri sempurna di sebelah loket, "kirain belum hingga pak" jawab saya sambil senyum-senyum freaky gitu.  Saya bayar 10ribu. Dan hari itu saya belum beruntung, belum mendapat golden sunrise,  yang saya sanggup gres silver sunrise hihi enggak deng. Matahari tertutup kabut awan jadi kami cuma menyaksikan indahnya gunung Sindoro pokoknya dari puncak mengeluarkan asap ke langit yang terlihat oleh mata kami sendiri dari Sikunir. Walaupun matahari tidak timbul atau terhalang kabut tetapi situasi dan pemandangannya sungguh indah,  masih terasa di atas awan.  Suhu di atas dikala itu 15° C dingin banget pokoknya.

Saya dikala itu cuma mendatangi lokasi rekreasi Dieng 1 yang dekat-dekat saja dengan penginapan.  Dieng 2 jaraknya memang tidak mengecewakan jauh,  sebetulnya sih sanggup saja pergi ke lokasi Dieng 2 cuma sedang puasa jadi tidak mau memporsir tenaga. Saya cuma melalui lokasi rekreasi Dieng 2 dengan cuma melalui saja menyerupai kawah sileri dan telaga merdada.  Oh iya,  jalan menuju telaga merdada tidak sebagus jalan-jalan kawasan rekreasi lain,  saat menyaksikan telaga dari atas terlihat kering. Pergi ke telaga dringo,  kawah candradimuka dan sumur jalatunda tidak mengecewakan jauh jadi saya lewatkan saja,  saya sisakan kawasan tersebut biar sebuah nanti sanggup mendatangi lokasi rekreasi Dieng 2.

Saatnya pulang..... 

Setelah berbelanja buah tangan saya bergegas ke penginapan dan kemas barang. Pukul 10.30 saya check out dari losmen Bu Djono dengan menyerahkan kunci motor dan kunci kamar. Keluar dari penginapan, di depan losmen menanti mikrobis menuju Wonosobo,  tidak usang kok nunggu mikrobisnya.  Saat naik bis berat rasanya melangkah naik ke bis. Sebelum kaki menginjak bis saya pandang penginapan saya dan saya menengok ke belakang,  eh ternyata ada bule yang ketemu di Sikidang sedang brunch (makan pagi agak siang kalo gak salah) di samping losmen. Saya lambaikan tangan ke mereka sambil pamit.  "Miss u all,  i love Dieng" "Ich liebe Dieng",  mulai deh lebay hhi. Sepanjang jalan yang nyupir masih muda sambil telponan pula,  apa gak takut ya jalan yang sempit sambil telponan, gak ancaman tuh!

Tiba di kota Wonosono biar berhenti di hotel Kresna, dari situ cegat angkot kuning. Angkot kuning semua emang di Wonosobo ini tetapi yang membedakannya merupakan warna pada bempernya. Yang ingin melanjutkan naik Bis ke terminal Mendolo biar memutuskan angkot kuning dengan bemper merah.  Pengalaman saya bahwasanya dikala naik mikrobis dieng,  supir berhenti di kawasan permulaan pertigaan dikala saya berjumpa pak Tonot.  Dari sini tidak ada angkot yang menuju ke terminal Mendolo,  sebagai seorang backpacker saya balik kanan dan jalan kaki menunu jalan yang benar jalan menuju ke arah terminal mendolo tidak mengecewakan kelelahan juga berlangsung lebih dari 1 km.  Saat hingga di pertigaan saya cegat angkot kuning, "mas mendolo?"  tanya saya,  "maaf mas kalo yang ke mendolo cari angkot bemper merah". "Ouh gitu ya  Ok terima kasih infonya". Beberapa menit kemudian datanglah si bemper merah,"mendolo?", "yups".  Saya dengan si bemper merah hingga di depan terminal mendolo. Angkotnya lagi gak mood kali ya gak masuk terminal dan masih melanjutkan ke depan terus jalannya melalaikan terminal mendolo.

Saya mencari biro bus Budiman,  eh yang ketemu biro Sinar Jaya secara plangnya lebih besar. Pesan tiket pulang sebesar 80rb "Kok beda mbak?", "iya mas beda disini penumpangnya tidak sebanyak dari arah Bandung" kata mbaknya. Bus ini lebih hemat biaya dari bis jurusan ke Bandung yang lain lho. Bis akan jalan jam 17.00 kini jam 13.00 ya tidak mengecewakan nunggu 4 jam di bangku biro Sinar Jaya sambil menulis blog ini biar tidak terasa usang menunggu.

Jumlah penumpang hingga pkl 17.00 cuma berdua saja tergolong saya,  akhirnya sang sopir memperbesar jam nunggu hingga berbuka puasa di terminal,  akhirnya ada juga nambah satu penumpang dikala maghrib. Jam 18.00 bis berangkat,  serasa VIP banget jadi penumpang bertiga saya sanggup kawasan duduk paling depan jadinya dan kami jadi erat ngobrol berempat bareng supir. Selama perjalanan saya menikmati perjalanan dengan mata melek dan merem melek-merem melek gitu, lezat kayaknya hihi. Jalur selatan yang berbelok-belok diimbangi skill sopir yang aduhai menghasilkan penumpang tegang! Iya tegang mendebarkan Sob dan seru banget dikala perjalanan setiap tikungan bis berbelok kencang dan dibelokan juga sempat-sempatnya menyalip,  ada beberapa kendaraan motor dari arah bertentangan dikala bis ini memberi klakson sang pengendara teriak berucap sumpah serapah dan sang supir hambar saja mungkin sudah sudah biasa dengan hal itu. Imej saya terhadap bis jadi sangat-sangat baik kini yang dulunya saya menganggap cuma baik saja. Ternyata naik bis itu menyenagkan kok. Saya minta berhenti di Nagreg dan sopir menurunkan sesuai yang saya minta. Tadaa bis ini tiba di Nagreg pkl 02.00 saya teruskan istirahat di rumah hingga tiba waktu sahur. Zzzzzz....


Demikian kisah pertama kali admin ke Dieng.  Sebelumnya saya senantiasa mencari tumpuan dari para blogger yang berbaik hati menumpahkan coretan pengalamannya di blog,  terima kasih para blogger dan juga mbah gugel. Ciao!

Taksiran Biaya ke Dieng

H-1

18.00-03.00 Bis Sinar Jaya dari Bandung= IDR 70.000

Hari Pertama:

05.00 Mikrobus dari terminal ke Pertigaan = IDR 4000 (kirain jauh).
05.30 Mikrobus ke Dieng BuDjono = IDR 15.000
07.00 Penginapan BuDjono 2H1M= IDR 75.000
07.00 Sewa motor 2 hari = IDR 150.000 (Kalo 1hari=100rb)
08.00 Candi Arjuna = IDR 0 (tidak ada yang jaga) +3rb parkir
09.00 Kawah Sikidang+Candi Arjuna = 15.000+3rb (kena juga Arjuna)
10.00 Telaga Warna = 5000+3rb
10.30 Bukit Ratapan Angin= 10.000+3rb

Hari kedua:

03.30 Sikunir= 10.000+5rb (parkir roda dua)
08.00 Kawah sileri= Rp.  0 cuma melalui aja
08.30 Telaga Merdada= Rp. 0 cuma melalui aja danaunya terlihat tidak bersih.
10.30 Mikrobus = 15.000 ke wonosobo (kepagian)
12.00 Angkot kuning bemper merah ke terminal = Rp. 4rb
17.00 Bus Sinar Jaya ke Bandung =Rp. 80.000 (naik 10rb)

Hari pertama= IDR 356.000
Hari kedua= Rp. 114.000
TOTAL= 470.000

*biaya di atas tidak tergolong ongkos makan
Koleksi tiket cuy




Bulan Juni ini bertepatan dengan bulan Ramadhan Backpacker Ke Dieng Di Bulan Puasa
Sumber https://namakuprince.blogspot.com

Related : Backpacker Ke Dieng Di Bulan Puasa

0 Komentar untuk "Backpacker Ke Dieng Di Bulan Puasa"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)