Akhirnya Saya Berhenti Jadi Guru Honorer


Malam ini saya mau dongeng perihal pengalaman sebagai guru honorer.

Jumat, 30 Agustus 2019, ialah hari terakhirku sebagai guru di sebuah SMA.

#Mengajar
Saya telah mengajar di sekolah ini selama dua tahun. Selama dua tahun tersebut, ada banyak sekali pengalaman suka dan murung yang telah dialami.

Sejujurnya, sekolah ini sangatlah nyaman bagiku.

Aku nyaman dengan para guru-guru disini, mereka orang-orang yang baik dan lucu-lucu. Meskipun kita berbeda agama, tetapi toleransi mereka sangat luar biasa. Aku salut.

Aku nyaman dengan murid-murid ku.

Mereka bahwasanya ialah bawah umur yang luarbiasa, penuh dengan kreativitas, cerdas dan dekat dengan guru-gurunya.

Namun, ada satu hal yang membuatku tak sanggup bertahan disini.

Aku tinggal di Kota Pemalang namun harus bekerja di luar kota. Jarak tempuh perjalanan dari rumah ke sekolah sekitar 30 km atau hampir satu jam perjalanan dengan kecepatan standar.

Setiap hari saya harus laju.

Paginya berangkat, kemudian sorenya pulang.

Mungkin ini tak dilema apabila dilakukan hanya sehari atau dua hari. Tetapi kalau dilakukan berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun pastilah sangat melelahkan.

Kenapa tidak kos saja?

Itu pertanyaan yang selalu dilontarkan oleh teman-temanku disini.

Sebenarnya aku  pengen ngekost saja disini.

Namun...

Jika dihitung-hitung antara pendapatan dan biaya hidup di kota ini, rasanya kok ngenes sekali. Pendapatanku tak lebih dari satu jet, tetapi biaya kost, makan, dan lain-lain hampir 2 jet.

Ya ampun,,,, ngenes banget yah.

Oleh alasannya itu, terpaksa saya setiap hari harus laju, pulang pergi antar kota.

#Tak Tahan
Awalnya semua berjalan normal dan lancar-lancar saja.

Namun,...

Ada beberapa hal yang membuatku nyerah dengan situasi ini:

Satu
Aku sering hampir mati kecelakaan di jalanan pantura.
Mulai dari hampir keserempet bus, senggolan dengan pengendara lain, hampir ketabrak truk, hampir kejatuhan benda-benda yang dibawa oleh truk, dan kejadian-kejadian mengerikan lainnya..

Dua
Motorku sering rusak.
Setiap hari harus melewati jalanan rusak dengan lubang-lubang yang besar menciptakan perutku sakit dan motorku juga rusak, mulai dari lampu mati berkali-kali, rantai rusak body motor kendor, baut ilang.
Tentunya ini tidak murah. Kadang sekali rusak saya harus merogoh kocek separuh dari gajiku mengajar. Ngeness gaessss....

Tiga
Cuaca yang tak bersahabat.
Kalau trend hujan tiba, rasanya benar-benar memuakkan. Bisa dibayangkan jam 5 pagi sudah mandi dengan air dingin, pas mau berangkat harus hujan-hujanan selama satu jam.
Akhirnya, datang di sekolah dalam keadaan menggigil dan kotor penuh lumpur jalanan.

Empat
Masa depan yang tak jelas.
Dari semua hal tersebut, dilema keempat inilah yang paling tak sanggup diterima. Aku bekerja sebagai guru honorer dengan upah kecil. Jika honorer maka hingga kapanpun ya tetap honorer, tak akan pernah dianggap menjadi guru tetap. Ini artinya masa depan ku amat suram sama ibarat jutaan guru di negeri ini.

Akhirnya sehabis berjuang selama dua tahun dengan semua dilema yang dihadapi, saya memutuskan untuk berhenti.

Bukan menyerah,...

Tetapi mencari peluang karir yang lebih baik dari ketika ini.


#Tak Perpanjang Kontrak
5 Juni 2019, saya dipanggil pihak yayasan untuk perpanjangan kontrak kerja di sekolah ini. Dengan tekad bulat, saya tak berniat untuk perpanjang kontrak disini.

Yayasan ngaboti dan ingin biar saya tetap bekerja disini. Yayasan beralasan bahwa saya termasuk guru yang baik, kreatif dan dekat dengan anak-anak. Selain itu, saya juga terkesan resign secara dadakan tanpa pemberitahuan beberapa bulan sebelumnya.

Lagipula kalau saya resign sekarang, kasihan anak-anak. Nanti tak ada guru yang menggantikan alasannya mencari guru dadakan itu sulit.

Dalam hati kecil ini, pengennya juga tidak resign, tetapi kalau ibarat ini terus saya tak sanggup berkembang. Keadaan ekonomi keluarga niscaya teramat sulit sehabis menikah nanti.

Saat ini mungkin tidak begitu bermasalah alasannya masih lajang, tetapi tahun depan sehabis menikah pastilah akan jadi dilema dengan pendapatan ibarat ini.

Setelah mempertimbangkan aneka macam hal, alhasil saya memperlihatkan waktu pada yayasan selama tiga bulan. Waktu mengajarku ditambah tiga bulan lagi, supaya yayasan sanggup mencarikan guru baru. Menurutku itu waktu yang cukup.

Awalnya yayasan tidak oke dan meminta perpanjangan kontrak selama satu tahun, namun saya tetap menawar untuk perpanjang selama tiga bulan saja.

Setelah ku jelaskan bagaimana situasiku, alhasil mereka sanggup mengerti.

Tepat 3 bulan kemudian saya resign, yaitu tanggal 30 Agustus 2019.

Selamat tinggal dunia guru......

Related : Akhirnya Saya Berhenti Jadi Guru Honorer

0 Komentar untuk "Akhirnya Saya Berhenti Jadi Guru Honorer"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)