Etika Bepergian Jauh

Disunnatkan bagi orang yang berniat untuk melaksanakan perjalan jauh (safar) beristikharah terlebih dahulu kepada Allah mengenai rencana safarnya itu, dengan sholat dua raka`at di luar shalat wajib, kemudian berdo`a dengan do`a istikharah.

Hendaknya bertobat kepada Allah Shallallaahu alaihi wa Sallam dari segala kemak-siatan yang pernah ia lakukan dan meminta ampun kepada-Nya dari segala dosa yang telah diperbuatnya, alasannya yakni ia tidak tahu apa yang akan terjadi di balik kepergiannya itu.

Hendaknya ia mengembalikan barang-barang yang bukan haknya dan amanat-amanat kepada orang-orang yang berhak menerimanya, membayar hutang atau menyerah-kannya kepada orang yang akan melunasinya dan berpesan kebaikan kepada keluarganya.

Membawa perbekalan secukupnya, ibarat air, masakan dan uang.

Disunnatkan bagi musafir pergi dengan ditemani oleh sobat yang shalih selama perjalanannya untuk meringankan beban diperjalananya dan menolongnya bila perlu. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Kalau sekiranya insan mengetahui apa yang saya ketahui di dalam kesendirian, pasti tidak ada orang yang menunggangi kendaraan (musafir) yang berangkat di malam hari sendirian”. (HR. Al-Bukhari)

Disunnatkan bagi para musafir apabila jumlah mereka lebih dari tiga orang mengangkat salah satu dari mereka sebagai pemimpin (amir), lantaran hal tersebut sanggup memper-mudah pengaturan urusan mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila tiga orang keluar untuk safar, maka hendaklah mereka mengangkat seorang amir dari mereka”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Disunnatkan berangkat safar pada pagi (dini) hari dan sore hari, lantaran Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Ya Allah, berkahilah bagi ummatku di dalam kediniannya”. Dan juga bersabda: “Hendaknya kalian memanfaatkan waktu senja, lantaran bumi dilipat di malam hari”. (Keduanya diriwayat-kan oleh Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Disunatkan bagi musafir apabila akan berangkat mengu-capkan selamat tinggal kepada keluarga, kerabat dan teman-temannya, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam  dan beliau sabdakan: “Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanatmu dan penutup-penutup amal perbuatanmu”. (HR. At-Turmudzi, dishahihkan oleh Al-Albani).

Apabila si musafir akan naik kendaraannya, baik berupa kendaraan beroda empat atau lainnya, maka hendaklah ia membaca basmalah; dan apabila telah berada di atas kendaraannya hendaklah ia bertakbir tiga kali, kemudian membaca do`a safar berikut ini:

“Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak bisa menguasainya, dan bahwasanya kami akan kembali kepada Tuhan kami; Ya Allah, bahwasanya kami memohon kepadamu di dalam perjalanan kami ini kebajikan dan ketaqwaan, dan amal yang Engkau ridhai; Ya Allah, mudahkanlah perjalannan ini bagi kami dan dekatkanlah kejauhannya; Ya Allah, Engkau yakni Penyerta kami di dalam perjalanan ini dan Pengganti kami di keluarga kami; Ya Allah, bahwasanya saya berlindung kepada-Mu dari tragedi safar dan kesedihan pemandangan, dan keburukan daerah kembali pada harta dan keluarga”. (HR. Muslim).

Disunnatkan bertakbir di ketika jalan menanjak dan bertasbih di ketika menurun, lantaran ada hadits Jabir yang menuturkan: “Apabila (jalan) kami menanjak, maka kami bertakbir, dan apabila menurun maka kami bertasbih”. (HR. Al-Bukhari).

Disunnatkan bagi musafir selalu berdo`a di ketika perjala-nannya, lantaran do`anya mustajab (mudah dikabulkan).

 Apabila si musafir perlu untuk bermalam atau beristirahat di tengah perjalanannya, maka hendaknya menjauh dari jalan; lantaran Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila kau hendak mampir untuk beristirahat, maka menjauhlah dari jalan, lantaran jalan itu yakni jalan hewan melata dan daerah tidur bagi binatang-binatang di malam hari”. (HR. Muslim).

Apabila musafir telah hingga tujuan dan menunaikan keperluannya dari safar yang ia lakukan, maka hendaknya segera kembali ke kampung halamannya. Di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu disebutkan diantaranya: “......Apabila salah seorang kau telah menunaikan hajatnya dari safar yang dilakukannya, maka hendaklah ia segera kembali ke kampung halamannya”. (Muttafaq’ alaih).

Disunnatkan pula bagi si musafir apabila ia kembali ke kampung halamannya untuk tidak masuk ke rumahnya di malam hari, kecuali jikalau sebelumnya diberi tahu terlebih dahulu. Hadits Jabir menuturkan :”Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang seseorang mengetuk rumah (membangunkan) keluarganya di malam hari”. (Muttafaq’alaih).  
Disunnatkan bagi musafir di ketika kedatangannya pergi ke masjid terlebih dahulu untuk shalat dua rakaat. Ka`ab bin Malik meriwayatkan: “Bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila tiba dari perjalanan (safar), maka ia pribadi menuju masjid dan di situ ia shalat dua raka`at”. (Muttafaq’ alaih).

Related : Etika Bepergian Jauh

0 Komentar untuk "Etika Bepergian Jauh"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)