Merayu istri dan bercanda dengannya di ketika santai berduaan. Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam selalu bercanda, tertawa dan merayu istri-istrinya.
Meletakkan tangan di kepala istri dan mendo`akannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang kau menikahi seorang wanita, maka hendaklah ia memegang ubun-ubunnya, dan bacalah bimillah kemudian mohon berkahlah kepada Allah, dan hendaknya ia membaca:
“(a Allah, sebetulnya saya memohon kepada-Mu dari kebaikannya dan kebaikan sifat yang ada padanya; dan saya berlindung kepada-Mu dari keburukanya dan keburukan sifat yang ada padanya)” (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Al-Albani).
Disunnahkan bagi kedua mempelai melaksanakan shalat dua raka`at bersama, alasannya yaitu hal tersebut dinukil dari kaum salaf.
Membaca basmalah sebelum melaksanakan jima`. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Kalau sekiranya seorang di antara kau hendak bersenggama dengan istrinya membaca :
“(Dengan menyebut nama Alllah, ya Allah, jauhkanlah setan dari kami dan jauhkan syetan dari apa yang Engkau rizkikan kepada kami), maka sebetulnya jikalau keduanya dikaruniai anak dari persenggamaannya itu, pasti ia tidak akan dibahayakan oleh setan selama-lamanya” (Muttafaq alaih).
Jika sang suami ingin bersenggama lagi, maka dianjurkan berwudhu terlebih dahulu, alasannya yaitu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang kau telah bersetubuh dengan istrinya, kemudian ingin mengulanginya kembali maka hendaklah ia berwudhu”. (HR. Muslim).
Disunatkan bagi kedua suami istri berwudhu sebelum tidur setelah melaksanakan jima`, alasannya yaitu hadits Aisyah menuturkan :”Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila ia hendak makan atau tidur sedangkan ia junub, maka ia mencuci kemaluannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat” (Muttafaq’alaih).
Haram bagi suami menyetubuhi istrinya di ketika ia sedang haid atau menyetubuhi duburnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: Barangsiapa yang melaksanakan persetubuhan terhadap perempuan haid atau perempuan pada duburnya, atau tiba kepada dukun (tukang sihir) kemudian membenarkan apa yang dikatakannya, maka sebetulnya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad”. (HR. Al-Arba`ah dan dishahihkan oleh Al-Alnbani).
Haram bagi suami-istri membuatkan ihwal belakang layar kekerabatan keduanya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguh-nya insan yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat yaitu orang lelaki yang berafiliasi dengan istrinya (jima`), kemudian ia membuatkan rahasianya”. (HR. Muslim).
Hendaknya masing-masing saling bergaul dengan baik, dan melaksanakan kewajiban masing-masing terhadap yang lain. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: “Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya berdasarkan yang ma`ruf”. (Al-Baqarah: 228).
Hendaknya suami berlaku lembut dan bersikap baik terhadap istrinya dan mengajarkan sesuatu yang dipan-dang perlu ihwal duduk masalah agamanya, serta menekankan apa-apa yang diwajib Allah terhadapnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda: “Ingatlah, berpesan sepakat selalu kepada istri, alasannya yaitu sebetulnya mereka yaitu tawanan disisi kalian....” (HR. Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Hendaknya istri selalu ta`at kepada suaminya sesuai kemampuannya asal bukan dalam hal kemaksiatan, dan hendaknya tidak mematuhi siapapun dari keluarganya bila tidak disukai oleh suami dan bertentangan dengan kehendaknya, dan hendaknya istri tidak menolak seruan suami bila mengajaknya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila suami mengajak istrinya ke daerah tidutrnya kemudian ia tidak memenuhi ajakannya, kemudian sang suami tidur dalam keadaan murka kepadanya, maka malaikat melaknat perempuan tersebut sampai pagi”. (Muttafaq alaih).
Hendaknya suami berlaku adil terhadap istri-istrinya di dalam masalah-masalah yang harus bertindak adil. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa memiliki dua istri, kemudian ia lebih cenderung kepada salah satunya, pasti ia tiba di hari Kiamat kelak dalam keadaan sebelah badannya miring”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani).
0 Komentar untuk "Etika Penganten Baru"