Jurus Yang Kuasa 9

Jurus Dewa 9


Kesan pertama, Math Master harus begitu menggoda. Dia harus bisa menebar aroma harum matematika. Menyenangkan. Hindari kesan seram dan menyeramkan. Jangan biarkan matematika menjadi momok atau monster bagi anak. Pilihan jurusnya mesti lentur, mengacu pada media yang disayang anak-anak. Atau, media yang dekat dengan dunia anak. Math Master menentukan basis bermain sebagai jurus dasar pengenalan aritmatika.


Seperti dongeng yang terjadi pada sore itu. Kebetulan, dikala itu, ruang tamu saya lagi dipenuhi banyak anak. Mereka ramai-ramai bermain monopoli. Tidak terkecuali anak saya, Ayyubi. Melihat suasana sedang riang, saya beranikan diri bergabung. Saya masuk ruang tamu. Melihat saya masuk, Ayyubi pribadi mendekat manja. Dia sodorkan selembar kertas dengan goresan pena lambing bilangan 4.575. “Yah, ini angka berapa?” katanya dengan nada Tanya.
“Nah, ini dikala yang tepat,” piker saya dalam hati. Saya lihat uang-uangan monopoli awut-awutan di tempat itu. “Coba ambilkan ayah uang monopoli itu.” Segera Ayyubi mengumpulkan uang-uangan monopolinya. Setelah terkumpul beberapa lembar, beliau sodorkan uang itu ke saya, tapi dengan bahasa sayang, saya tolak.
“Ambilkan ayah uang satu rupiah 5 lembar”. Dia pun menghimpun uang satu rupiah 5 lembar. Setelah terkumpul, beliau berikan uang itu kepada saya. Saya terima uang itu dan saya tempatkan di hadapan anak-anak.” “Sekarang, beri saya uang sepuluh rupiah 7 lembar”. Dibantu teman-temannya, Ayyubi kemudian menyerahkan tujuh lembar sepuluh rupiah kepada saya. Saya tumpuk uang itu disamping lima lembar uang satu rupiah.
Mereka asyik memperhatikan saya. Saya membisu sambil melihat gerak-gerik mereka. Kemudian, Ayyubi bertanya, “Berapa lagi, Yah…?”. “Bagus. Sekarang, ambilkan saya uang seratus rupiah 5 embar, dan uang seribu rupiah 4 lembar”. Tumpukan ratusan dan ribuan itu pun saya tempatkan sebaris dengan uang rupiahan dan sepuluh rupiahan.
“Ayyubi… Tolong bawa sini kertasmu yang ada angkanya tadi”. Ayyubi mengambil kertas yang bertuliskan angka 4.575. Kemudian, saya bariskan tumpukan-tumpukan uang itu sesuai urutan angka tadi. Setiap menaruh tumpukan, saya ajak mereka membunyikan gotong royong : “Ini berapa? Empat ribu. Ini berapa? Lima ratus. Ini berapa? Tujuh puluh. Terakhir, ini berapa? Lima rupiah. Sekarang, coba sebutkan sama-sama,” kata saya. Ternyata, tanpa menunggu waktu panjang, mereka serempak berteriak, “Empat ribu, lima ratus, tujuh puluh, lima rupiah.” Jawab mereka kompak. “Nah, bisa kan. Kalian kini sudah jadi anak hebat. Jago matematika”.
Melihat keasyikan saya bermain dengan Ayyubi, bawah umur lain tertarik. Satu demi satu mereka mendekat. Jadilah saya berposisi di tengah kerumunan anak-anak. Rupanya mereka ingin mengetahui permainan saya dengan Ayyubi. Momen yang sangat baik itu menciptakan saya tergelitik untuk mengajak mereka bermain lambang bilangan.
“Ayo anak-anak, kita main uang-uangan. Mau?”. Serentak mereka menjawab, “Mau…!” Tanpa pikir panjang bawah umur itu saya ajak masuk ke ruangan. Mereka rata-rata kelas satu dan kelas dua SD. Sampai di ruangan, saya tulis di papan sederetan angka : 2.375. “Ini angka berapa?” tanya saya. Tidak ada satu pun balasan yang saya dengar. Mereka diam. Saya coba berkali-kali, mereka tetap tidak bisa menjawab.
“Tidak ada yang bisa? Kan angkanya jelas? Ayo coba amu,” kata saya sambil mendekat ke anak kelas dua SD. Ternyata, beliau juga tidak bisa menjawab. Setelah saya coba terus bertanya, beliau menjawab, “Disekolah belum diajari”. Tak ingin menciptakan mereka jera, perhatian saya alihkan ke Ayyubi. Saya minta beliau menyusun uang monopoli ibarat yang saya ajarkan di ruang tamu. Tak usang berselang, beliau menjawab,” Dua ribu tiga ratus tujuh puluh lima rupiah…,” katanya mantap.
Anak.anak kelihatan makin tertarik. Mereka fokus melihat mainan uang yang gres disusun Ayyubi. Setelah baris tumpukan tersusun, saya minta Lala menyebut nilai totalnya. Ternyata, Lala pun dengan gampang menyebutkan jumlah uang itu. Kutuliskan sederetan angka dipapan 4.425. “Coba sekarang, ini angka berapa?”. Sontak bawah umur berebut uang yang ada di hadapan Ayyubi. Tidak terkecuali Salima yang masih Taman Kanak-kanak B.
Mereka semua sibuk menyusun uang masing-masing. Juga salima. Sebentar kemudian, semua anak hampir bersamaan membaca bilangan itu. Kecuali Salima. Dia sibuk menghitung dan menyusun uang. Baru sesaat kemudian beliau pun telah selesai menyusun dan bisa menyebut nilainya, “Empat ribu (sambil tangannya menunjuk uang ribuan) dua ratus (Sambil menunjuk uang ratusan) dua puluh (sambil menunjuk uang puluhan) lima (sambil memegang uang yang terakhir dan mengangkatnya)”.
Langsung saya acungi jempol dengan komentar,” Betul…!!”. Dia tampak besar hati alasannya bisa melaksanakan hal yang sama dengan kakaknya.
Melihat mereka sudah mampu, saya membisu sambil memperhatikan gerak-gerik mereka. Ternyata, mereka tampak asyik sendiri-sendiri. Mereka mulai menyusun uang dan menyebutkan nilainya. Tidak hanya empat angka. Mereka menyusun tumpukan uang makin panjand dan makin panjang lagi. Makin lama, mereka makin asyik menumpuk uang, menata dalam barisan, kemudian menyebutnya. Mereka gres bubar dikala menjelang maghrib, untuk kemudian pulang kerumah masing-masing.
Pagi harinya, datang saatnya bawah umur masuk les matematika. Ketika saya menyampaikan wacana bahan membaca lambing bilangan, semua tampak senang. Tak ada satu pun yang terkesan takut. Ketika saya tanya, mereka menjawab serempak , “Siap pak”. Saya bertanya lagi, “Siap bagaimana?”. “Mudah Pak,” sambut mereka. Maklum, kemarin mereka sudah terlibat main uang-uangan monopoli dengan Ayyubi.
Pelajaran apa yang bisa dipetik dari masalah ini? Mengapa mereka bisa cepat membaca lambang bilangan? Kuncinya, mereka harus dikondisikan tanpa beban. Seperti bab terdahulu, jangan hingga mereka disuguhi kesulitan dan kerumitan. Buang jauh-jauh konsep gres yang belum mereka kenali. Manfaatkan media yang sudah dekat dengan mereka. Perkuat nuansa permainannya.
Kita tahu, semenjak TK, bahkan sebelumnya, anak sudah bisa menyebut angka 1 (satu) hingga dengan 9 (Sembilan). Banyak juga yang sudah megetahui lambangnya. Pertahankan penguasaan konsep ini. Yakinkan bahwa tidak ada lambang bilangan lain, selain 0 (nol) hingga dengan 9 (Sembilan). Math Master menyebutnya Jurus Dewa 9: Berapapun nilainya, angkanya hanya 0 hingga dengan 9. Penguasaan Jurus Dewa 9 ini harus terkunci mati pada benak anak-anak. Efektivitas Jurus Dewa 9 sangat jitu dalam pembelajaran aritmatika.
Ketika anak sudah bisa membaca gugusan angka. Kita hanya mengenalkan posisi atau tempatnya. Demikian juga seratus : 100, seribu: 1000 dan seterusnya. Lambang bilangan tidak bergeser. Lambang bilangan tetap 0 hingga dengan 9. Penekanannya hanya pada pengenalan posisi lambang-lambang itu.
Konsep penyebutannya harus diluruskan. Misalnya : digit kedua dari kanan, namanya puluh, digit ketiga : ratus, digit keempat, ribu, dan seterusnya. Pengenalan besaran bilangan dengan cara ini lebih sederhana. Tidak terlalu rumit. Anak-anak tidak harus membayangkan nilai-nilai besar. Besaran nilai yang tak terjangkau, sering menggiring mereka masuk daerah abstrak. Ini harus dihindarkan.
Agar lebih mudah, saya gunakan senjata abakus 99. Sebuah alat peraga yang berbasis 9. Bukan abacus yang berbasis 10 manik-manik dan bersekat. Saya pilih abacus dengan manik-manik 9 tiap lajurnya. Hal ini sesuai dengan dasar sistem desimal yang berlaku di Indonesia. Senjata ini paling pas dipakai untuk memainkan Jurus Dewa Sembilan. Anak-anak menjadi gampang memahami operasi aritmatika.
Sore itu, dikala les matematika, saya bawakan senjata abacus 99 berukuran besar. Tujuannya jelas, alasannya peraganya hanya satu, mereka harus bisa melihat jarak jauh. Senjata abacus 99 saya pegang di depan anak-anak. Saya menulis gugusan angka 234 sambil meminta bawah umur memperhatikan senjata itu. Saya susun abacus 99 sesuai angka tersebut. Perlahan saya jelaskan kepada mereka wacana cara membacanya. Lajur ke 3: ditambah ratus, lajur 2: ditambah puluh. Lajur terakhir tidak perlu ada tambaan.

Menakjubkan. Dengan cepat bawah umur bisa membaca posisi manik-manik pada senjata tersebut. Ketika saya coba lagi dengan menggeser manik-manik pada posisi 623, pribadi semua bisa membaca dengan cepat dan benar.

Satu hal yang perlu ditekankan. Sebenarnya penguasaan lambang bilangan dengan menyebut puluhan dan seterusnya, belum diperlukan. Apalagi kalau sasaran yang ingin dicapai hanya pada penguasaan masalah aritmatika. Pengenalan besaran puluhan ke atas justru menambah beban anak-anak
Pengenalan angka cukup satuan saja. Penekanannya harus ditanamkan pada posisi angka masing-masing(digit). Misalnya, 1.234, harus dibaca : satu – dua – tiga – empat. Penyebutan ibarat ini akan memudahkan pengajaran operasi aritmatika. Apalagi kalau targetnya lebih pada bahasa tulis (bukan ucapan).

Related : Jurus Yang Kuasa 9

0 Komentar untuk "Jurus Yang Kuasa 9"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)