Dengan Pendidikan Karakter, Terbangun Peradaban Luhur

Tegal, CyberNews. Karakter merupakan ciri khas tiap individu untuk berperilaku dalam menjalani hidup. Individu yang berkarakter baik ialah individu yang bisa menciptakan keputusan dan siap mempertanggungjawabkan segala jawaban dari keputusan yang ia buat. Karakter terbentuk bersama proses pendewasaan manusia, alasannya ialah pada mulanya seorang anak insan belum mempunyai nilai-nilai dan pengetahuan perihal anutan etika ataupun moral. Dalam kaitan inilah kiprah pendidikan harus benar-benar bisa mengatasi krisis moral yang ditandai dengan maraknya agresi anarkhisme akhir-akhir ini. Setiap dikala insan berinteraksi dengan lingkungan yang mengalami perubahan tak menentu. Tata nilai yang telah mapan sering digoyahkan oleh nilai-nilai gres yang masih mencari jati diri.

Bertolak dari kondisi ini maka pendidikan memegang peranan yang sangat penting sebagai wahana mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi lingkungan hidup dengan norma dan tata nilai kehidupan yang beragam, sehingga dalam konsepnya,suatu pendidikanpun harus selalu ada pembaharuan isi kurikulum. Kurikulum dalam proses pembelajaran merupakan salah satu komponen yang sangat penting selain guru serta sarana dan prasarana pendidikan lainnya.

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan materi pelajaran serta cara yang dipakai sebagai pedoman penyelenggaraan aktivitas pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan kurikulum yang terjadwal dibutuhkan nafas pendidikan tidak akan tersengal ketika harus berlari mengejar kemajuan teknologi di luar sekolah, namun demikian tetap konsisten berpegang pada tata nilai dan norma biar tidak berbelok dari hakekat pendidikan yang dimaksud. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional sanggup dijabarkan bahwa, pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan sesuai dengan potensi kawasan dan potensi peserta didik pada satuan pendidikan masing-masing dengan tetap memakai prinsip diversifikasi. Sungguh ironis apabila satuan pendidikan tidak segera menyesuaikan kondisi ini. Gagap teknologi, krisis moral peserta didik ketika terjun ke lingkungan gres ialah memperlihatkan ketidak mampuan satuan pendidikan dalam menyikapi dan melaksanakan kurikulum yang telah dibuat. Sebaliknya satuan pendidikan sanggup berlari melesat cepat tatkala sistem yang berimbang yang dibangun dengan saling bersosialisasi dan bersinergi antar pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan.

Dengan tidak mengesampingkan betapa penting terwujudnya suatu kompetensi keahlian sebagai hasil proses pendidikan, kurikulum berbasis aksara yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan sanggup menjadikan seorang anak menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini ialah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, alasannya ialah seseorang akan lebih gampang dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis serta berwawasan luas, mempunyai emosional dan jiwa yang stabil.

Guru, yang dalam filosofi Jawa dimaknai sebagai seorang yang digugu dan ditiru, harus sanggup dibuktikan. Karena guru ialah cermin sikap dan tingkah laris peserta didiknya. Pendidikan yang berbasis aksara ialah bentuk pendidikan yang bisa membantu berbagi sikap etika, moral dan tanggung jawab, memperlihatkan kasih sayang kepada anak didik dengan memperlihatkan dan mengajarkan aksara yang bagus, bisa mengejawantahkan ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, dan tutwuri handayani. Itulah potret pendidik yang sesungguhnya.

Urusan utama dalam dunia pendidikan ialah manusia, hal ini terperinci alasannya ialah subyek didiknya berupa manusia, demikian pula obyeknya. Ketika memasuki dunia pendidikan pada hakekatnya insan siap mengalami penggemblengan diri untuk dibuat sebagai individu yang bahkan belum ia mengerti. Oleh alasannya ialah itu di sinilah awal pembentukan aksara dimulai dengan memperlihatkan pemahaman perihal akhlak, etika, moral, norma dan tata nilai. Akhlak meliputi segala pengertian mengenai tingkah laku, tabi'at, perangai, menjurus pada aksara insan yang baik maupun yang jelek dalam hubungannya dengan sang Khaliq ataupun dengan sesama makhluk. Etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat, ilmu pengetahuan perihal asas-asas watak (dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia). Moral diartikan dengan tindakan kesusilaan yang dilakukan insan dalam berinteraksi di lingkungannya.

Norma sanggup diartikan sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan sedangkan nilai ialah sesuatu yang diyakini kebenarannya dan merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk melaksanakan sesuatu yang berkaitan dengan penghargaan, kebanggaan ataupun celaan sebagai jawaban dari sikap dan tingkah laris seseorang. Mengembangkan pendidikan berbasis aksara berarti mengupayakan tumbuh kembangnya system nilai, moral, dan sikap dalam perikehidupan bermasyarakat secara utuh, tidak terbatas pada lingkungan sekolah saja namun berlanjut pada lingkup yang lebih luas. Penambahan materi pendidikan perihal kebijaksanaan pekerti merupakan langkah efektif dan sangat penting dilakukan demi terciptanya aksara dan watak baik serta menghindari pengkaburan tata nilai.

Kegiatan bimbingan sangatlah perlu dilakukan oleh setiap guru mata pelajaran/mata diklat dengan memanfaatkan waktu beberapa menit sebagai penyegaran perwujudan pembentukan aksara bagi peserta didiknya. Seperti dikatakan Mendiknas dikala memperlihatkan sambutan pada peringatan Hardiknas di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Minggu (2/5), bahwa diantara aksara yang ingin kita bangkit ialah aksara yang berkemampuan dan berkebiasaan memperlihatkan yang terbaik, giving the best, sebagai prestasi yang dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran. Memang jikalau dicermati bahwa telah terjadi pengkaburan aksara orisinil bangsa Indonesia yang dikenal santun semenjak jaman nenek moyang mengarah pada aksara yang bersifat sebaliknya.

Tidak dipungkiri pula kini ini yang seharusnya kiprah guru ialah mendidik tapi justru guru banyak yang harus di didik kembali. Fenomena inilah yang menjadi sorotan Mendiknas sehingga pendidikan aksara perlu segera diterapkan. pendidikan sangat berperan dalam perkembangan kepribadian anak. Karakter ialah produk pendidikan, sedangkan pendidikan sangat kuat terhadap proses pembentukan batiniah Manusia. Dengan demikian pendidikan janganlah dianggap sebagai dukungan isu dan pembentukan keterampilan saja, namun harus diperluas meliputi perjuangan pencapaian emosional dan sosial yang sehat bagi setiap peserta didik. Akan lebih sempurna target apabila mendidik selain berorientasi pada kompetensi, di tujukan pula kepada pengembangan kebijaksanaan pekerti, hati nurani, semangat kecintaan, dan rasa kasih serta kepedulian pada sesama.

Membangun aksara berarti membangun peradaban insan tingkat tinggi. Karakter bangsa yang jelas, kuat, tangguh, berbudi pekerti luhur, jujur, taat hukum, mandiri, dan mempunyai etos kerja yang tinggi menghasilkan interaksi yang baik dalam bersosial. Dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) di masing-masing tingkat satuan pendidikan, bersama-sama sudah cukup memperlihatkan peluang untuk dilaksanakannya pendidikan pengembangan karakter. Salah satu prinsip pengembangan KTSP di antaranya ialah bahwa kurikulum dikembangkan menurut prinsip-prinsip yang berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Jika pendidikan perihal pengembangan aksara sudah masuk dan terintegrasikan dalam kurikulum, maka yang tidak kalah penting ialah penyesuaian warga sekolah dalam memperlihatkan teladan untuk mendorong munculnya sifat baik dalam keseharian.

Mungkin pendidikan aksara selama ini sudah ada sekolah yang melaksanakan melalui guru BP. Namun kenyataan, banyak sekolah yang guru BP nya tidak sebanding dengan jumlah siswanya. Artinya tingkat bimbingan yang dilaksanakan tidak bisa mencapai hasil yang kongkrit. Oleh alhasil perlu metode dan gagasan gres dalam upaya pemberdayaan tenaga pendidik untuk mewujudkan pendidikan pengembangan karakter. Pada hakikatnya, pendidikan merupakan upaya membangun budaya dan peradaban bangsa. Oleh alasannya ialah itu, Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Pertanyaannya ialah pendidikan yang menyerupai apa yang sanggup membangun aksara bangsa? Yang terperinci bukan pendidikan kekerasan, bukan melalui aktivitas perpeloncoan yang pernah terjadi pada masa-masa penerimaan peserta didik baru, melainkan pendidikan yang menghasilkan output handal yang bisa menjawab segala tantangan peradaban dengan tetap memperhatikan etika, moral, dan tanggung jawab. Dari sinilah akan dimulai pembangunan peradaban luhur suatu bangsa.

- Slamet Priyanto, S.Pd, Pengajar Sekolah Menengah kejuruan Islamiyah Adiwerna, Tegal. (CN23)

Related : Dengan Pendidikan Karakter, Terbangun Peradaban Luhur

0 Komentar untuk "Dengan Pendidikan Karakter, Terbangun Peradaban Luhur"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)