Al-Qur’an tidak menggolongkan insan ke dalam kelompok binatang selama insan mempergunakan logika dan karunia Tuhan lainnya. Namun kalau insan tidak mempergunakan logika dan banyak sekali potensi dukungan Tuhan yang sangat tinggi nilainya seperti: pemikiran, kalbu, jiwa, raga, serta pancaindera secara baik dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi hewan:
"… Mereka (manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), punya indera pendengaran tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka (manusia) yang ibarat itu sama (martabatnya) dengan binatang bahkan lebih rendah (lagi) dari binatang." (QS 7:179)
Di dalam Al-Qur’an insan disebut antara lain dengan al-insan (QS 76:1), an-nas (QS 114:1), basyar (QS 18:110), bani adam (QS 17:70). Berdasarkan studi isi Al-Qur’an dan Al-Hadits, insan (al-insan) yakni makhluk ciptaan Allah yang mempunyai potensi untuk beriman kepada Allah dan dengan mempergunakan akalnya bisa memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, mempunyai rsa tanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak (N.A. Rasyid, 1983: 19). Berdasarkan rumusan tersebut, insan mempunyai banyak sekali ciri sebagai berikut:
- Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang sangat baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
"Sesungguhnya Kami telah mengakibatkan insan dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS 95:4)
- Manusia mempunyai potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah.
"… ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.’ " (QS 7:172)
- Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.
"Dan Aku tidak membuat jin dan insan melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS 51:56)
- Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifahnya di bumi.
"Ingatlah dikala Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesunggunya Aku hendak mengakibatkan seorang khalifah di muka bumi.’ … " (QS 2:30)
- Manusia dilengkapi akal, perasaan, dan kemauan atau kehendak.
"Dan katakanlah: ‘kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.’ …" (QS 18:29}
- Manusia secara individual bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
"… Setiap orang (manusia) terikat (bertanggung jawab) terhadap apa yang dilakukannya." (QS 52:21)
- Manusia itu berakhlak.
Manusia berdasarkan agama Islam, terdiri dari dua unsur, yaitu unsur bahan berupa badan yang berasal dari tanah dan unsur immateri berupa roh yang berasal dari alam gaib. Al-Qur’an mengungkapkan proses penciptaan manusia:
"Dan bergotong-royong Kami telah membuat insan dari suatu saripati (berasal dari) tanah [12]. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam daerah yang kokoh (rahim) [13]. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, kemudian segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, kemudian tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci-lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik [14]. Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan insan dari tanah [7]. Kemudian Dia mengakibatkan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani) [8]. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia mengakibatkan bagi Kamu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi) kau sedikit sekali bersyukur [9]." (QS 23:12-14, 32:7-9)
Sedangkan berdasarkan hadits, Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya, setiap insan dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai nuthfah (air mani), empat puluh hari sebagai ‘alaqah (segumpal darah), selama itu pula sebagai mudhghah (segumpal daging). Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh ke dalam badan manusia, yang berada dalam rahim itu" (HR Bukhari dan Muslim)
Ali Syari’ati – sejarawan dan jago sosiologi Islam terkemuka – mengemukakan pendapatnya mengenai intrepretasi hakikat insiden manusia. Manusia menpunyai dua dimensi: dimensi ketuhanan (kecendrungan insan untuk mendekatkan diri kepada Allah) dan dimensi kerendahan atau kehinaan (lumpur mencerminkan keburukan-kehinaan). Karena itulah insan sanggup mencapai derajat yang tinggi namun sanggup pula terperosok dalam lembah yang hina, yang insan dibebaskan untuk memilihnya.
Ali Syari’ati memperlihatkan makna wacana filsafat manusia:
- Manusia tidaklah sama (konsep hukum), tetapi bersaudara (asal kejadian).
- Manusia mempunyai persamaan antara laki-laki dan perempuan (sumber yang sama yakni dari Tuhan).
- Manusia mempunyai derajat yang lebih tinggi dari malaikat alasannya pengetahuan yang dimilikinya.
- Manusia mempunyai fenomena dualistis: terdiri dari tanah dan roh Tuhan, yang terdapat kebebasan pada dirinya untuk memilih.
Atas kebebasan menentukan tersebut, insan bergerak dalam spektrum yang mengarah ke jalan Tuhan atau sebaliknya mengarah ke jalan setan. Manusia dengan akalnya sebagai suatu hidayah Allah kepada-Nya , menentukan apakah ia akan terbenam dalam lumpur kehinaan atau menuju ke kutub mulia ke arah Tuhan. Dalam menentukan pilihan insan memerlukan petunjuk yang benar yang terdapat dalam agama Allah yaitu agama Islam, yang menyeimbangkan antara dunia dan akherat.
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam …" (QS 3:19)
Manusia sebagai makhluk Ilahi hidup dan kehidupannya berjalan melalui lima tahap: (1) alam gaib, (2) alam rahim, (3) alam dunia, (4) alam barzakh, dan (5) alam akherat. Dari kelima tahapan kehidupan insan itu, tahap kehidupan di dunia merupakan tahap yang menentukan tahap kehidupan selanjutnya, sehingga insan dikaruniai Allah dengan banyak sekali alat perlengkapan dan bekal semoga sanggup menjalankan kiprah sebagai khalifah di bumi, serta fatwa semoga selamat sejahtera di dunia dalam perjalanannya menuju tempatnya yang infinit di akherat nanti. Pedoman itu yakni agama.
Sesunguhnya insan diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya. Apa arti ibadah? Apakah secara ritual menyembah Allah, shalat lima waktu, puasa, zakat, dan berhaji saja? Bila memang itu maknanya, kemudian bagaimana dengan perjuangan mempertahankan hidup? Apakah hanya dengan shalat maka hidangan akan disediakan Allah begitu saja? Tentu tidak, kita sebagai insan harus berusaha memperoleh makan dan minum. Sebagai insan kita harus bekerja untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup. Bila ibadah hanya diartikan sebatas pada ibadah ritual belaka dan tidak memasukkan bekerja sebagai suatu ibadah pula, maka merugilah insan alasannya hanya sedikit dari waktunya untuk beribadah, kalau dibandingkan ibadah dalam artian luas yang tidak terbatas pada ibadah ritual belaka. Tujuan ibadah:
"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu, semoga kau bertaqwa." (QS 2:21)
Prof.DR. M. Mutawwali As-Sya’rani mengutarakan bahwa: insan diberi sarana oleh-Nya, diberi bumi yang tunggal dan beribadah pada-Nya, Alah telah memberi kewajiban-kewajiban, jadinya Allah meminta hak semoga insan beribadah kepada-Nya dengan tujuan semoga insan sanggup terhindar dari soal-soal jelek yang merugikan di dunia.
0 Komentar untuk "Manusia Makhluk Yang Unik"