2 Meme dan 1 Kartun Clekit ini Menunjukkan Jawa Pos Tidak Netral
Media harus berimbang dalam memberitakan sebuah peristiwa. Namaun, karena kepentingan tertentu aspek keseimbangan dalam pemberitaan acapkali dilanggar oleh media. Misalnya ketika sebuah media dimiliki oleh ketua umum partai atau pengurus partai, maka berita-berita tentang partai pemilik media akan selalu dilihat dari segi positifnya.
Media yang jelas seperti itu adalah metrotv dan jaringan mediagroup-nya. Kemudian, mnc media juga berlaku sama. Media partisan. Tak lepas, Jawa Pos yang tidak berpolitik pun berlaku demikian. Ketika pemiliknya dizalimi, pemberitaannya selalau membela, dari segi pihak-pihak yang mendukung. Bahkan sampai sekarang.
Kemudian, dalam hal KPK vs Polri, dan KPK yang sekarang berhadap-hadapan dengan DPR, Jawa Pos selalu membela KPK. Saya masih ingat, salah satu tugas kuliah ketika menjadi mahasiswa dulu, menemukan Kartun Clekit yang menggambarkan pertarungan antara Cicak melawan Buaya, si Buaya (ingat si Buaya bukan si Buya) takut karena cicaknya berubah menjadi sangat besar atas dukungan rakyat.
Kembali, pada 2017 ini, Jawa Pos melalui Sunday Meme dan Kolom Opini Kartun Clekit menunjukkan keberpihakannya kepada KPK. Lihat saja dua Meme dan 1 Kartun berikut ini:
Sunday Meme Jawa Pos edisi Pembasmi Hama |
Sunday Meme Jawa Pos edisi Balap Karung |
Kartun Clekit Jawa Pos |
Pembelaan tegas dari Wahyu Kokkang dan Jawa Pos terhadap KPK jelas ‘menyerang’ DPR. Bisa dilihat dalam meme dan kartun Clekit di atas.
Dalam Sunday Meme edisi ‘Pembasmi Hama’ menunjukkan bahwa anggota DPR menjadi hama yang menggerogoti KPK. Sementara KPK digambarkan sebagai daun hijau. DPR hama ulat, KPK daun. Ulat adalah musuh para petani karena bisa merusak tanaman, itu gambaran untuk DPR, merusak keindahan. Sementara KPK digambarkan sebagai daun hijau yang menjadi simbol penghasil oksigen yang bermanfaat untuk makhluk hidup.
Dalam Sunday Meme edisi balap karung, DPR justru digambarkan sebagai beban yang menghambat jalannya penyelesaian kasus E-KTP. Hal ini menunjukkan bahwa lagi-lagi Jawa Pos membela KPK dan menuduh DPR sebagai penghambat laju penyelesaian kasus korupsi.
Selanjutnya, yang terakhir dalam kartun Clekit, justru sangat tegas pembelaan Jawa Pos, dalam hal ini Wahyu Kokkang terhadap institusi KPK. KPK digambarkan sebagai orang lemah (ukurannya lebih kecil daripada pansus DPR). Meskipun dalam ucapannya, pansus DPR mengatakan bahwa akan memperkuat KPK, tapi tindakannya justru bisa membunuh KPK dengan cara yang menggantungnya. Sementara pansus DPR sudah siap menarik ujung talinya.
Dilihat dari ketiga karya Wahyu Kokkang, jelas bahwa pemihakan Jawa Pos pada umumnya, serta Wahyu Kokkang sebagai kartunisnya, ditujukan kepada KPK. Apakah ini salah?
KPK memang sebuah institusi, yang bisa saja ada kesalahan dalam pelaksanaan roda organisasinya. Tapi selama ini, KPK adalah lembaga yang paling dipercaya di antara lembaga-lembaga negara yang lain. Apalagi jika dibandingkan dengan DPR. Pemihakan sebuah media kepada satu kelompok, bukan berarti membela secara membabi buat, tetapi berdasarkan track recordnya. Maka dari itu, pembelaan ini justru menunjukkan bahwa Jawa Pos dan Wahyu Kokkang ‘membela kebenaran’.
Justru sangat berbeda dengan media yang membela kepentingan partainya, bukan membela kebenaran tapi membela kepentingan kelompok.
Terlepas dari posisi yang tidak netral terkait seteru antara KPK dan DPR, ada gambaran menarik dari Wahyu Kokkang. DPR digambarkan sebagai ulat. Ulat memang adalah hama, menganggu. Tapi, ketika ulat mau bertapa, intospeksi diri, menjadi kepompong, kelak bisa menjadi kupu-kupu yang indah. Tidak lagi menggerogoti daun tapi menyerap keindahan serta membantu penyerbukan. Mungkin ini adalah harapan yang ada dalam diri Wahyu Kokkang. Semoga, si ulat segera menjadi kepompong, agar bisa menjadi kupu-kupu yang sangat menawan.
Semoga!
0 Komentar untuk "2 Meme dan 1 Kartun Clekit ini Menunjukkan Jawa Pos Tidak Netral"